National

Progresivitas Putusan MK Soal Syarat Pencapresan

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengadili sejumlah klaster syarat pencapresan diantaranya mengenai syarat batas usia minimal seperti putusan nomor 29, 51, 55, 90, 91, 92, 93, 96, 102, 104, dan 107 (/PUU-XXI/2023).

Puncaknya putusan nomor 90 yang mengabulkan syarat capres/cawapres berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Di samping itu, klaster lainnya tentang syarat batas usia maksimal sebagaimana tertuang dalam putusan nomor 102 dan 104. Dalam putusannya, permohonan pemohon dapat diterima karena secara substansi tertuang dalam putusan sebelumnya di putusan nomor 90.

Selain itu, nomor 102 dan 104 juga menolak permohonan yang mempermasalahkan syarat lain seperti syarat tidak pernah terlibat penculikan aktivis 1998 dan syarat tidak pernah mencalonkan diri sebagai capres/cawapres sebanyak dua kali.

Putusan MK nomor 90 sekalipun dikabulkan oleh tiga orang hakim konstitusi dari sembilan orang, namun menurut Pasal 45 UU MK harus dihitung sebagai suara terbanyak.

BACA JUGA: Komisi II DPR Gelar Rapat dengan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu Bahas PKPU Usai Putusan MK Nanti Malam 

Pasalnya, keenam hakim lainnya tidak dalam satu pendapat sama, melainkan ada enam alasan atau pendapat berbeda-beda, yakni:

  • Mengabulkan dengan syarat berpengalaman sebagai Gubernur
  • Mengabulkan dengan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi (gubernur/ wakil gubernur)
  • Menolak dengan alasan bukan persoalan syarat konstitusional dan menjadi kewenangan membentuk undang-undang untuk mengaturnya. 
  • Menolak dengan alasan perlu mekanisme legislatif review dengan merevisi undang-undang
  • Menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena Permohonan tidak memiliki legal standing
  • Menyatakan permohonan gugur karena permohonan pernah dicabut meskipun pencabutan ditarik kembali.

Putusan MK soal persyaratan capres/cawapres ini pada akhirnya menimbulkan polemik di tengah publik.

Dari sisi politik, putusan tersebut membuka jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta Pemilu Presiden 2024.

Dari sisi hukum, putusan MK memantik perdebatan akademik di tengah publik. Bahkan lebih dari itu, MK telah membentuk Majelis Kehormatan untuk menelisik dugaan pelanggaran etik para hakim atas putusan tersebut berdasar laporan masyarakat. Terlepas dari polemik yang muncul, putusan MK dari sisi material memberi pesan progresivitas putusan.

Progresivitas Putusan

Putusan nomor 90/PUU-XII/2023 dapat dibaca sebagai putusan progresif dari sudut pandang sirkulasi kepemimpinan nasional.

Putusan ini memberi harapan yang berlipat-lipat agar Indonesia mendapatkan presiden/wakil presiden dari putra/putri terbaik untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur, dengan memberikan ruang bagi generasi muda yang pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum.

BACA JUGA: Apa Motif Undangan Makan Siang Presiden Jokowi? 

Pejabat yang dipilih melalui prosedur pemilu, merujuk Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, yang pada UU Pemilu telah mensyaratkan berusia minimal 21 tahun untuk dapat dicalonkan.

Sementara penjelasan tentang “termasuk kepala daerah” yang dalam hal ini adalah gubernur, wakil gubernur, bupati/wali kota, dan wakil bupati/wakil wali kota mensyaratkan minimal usia 30 tahun untuk jabatan gubernur/wakil gubernur dan minimal usia 25 tahun untuk jabatan bupati/wali kota.

(LZ) 

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...