National

Ditetapkan sebagai Tersangka, Namun Firli Bahuri tidak Ditahan, Kok Bisa?

Rabu, (22/11/2023) malam, menjadi momen yang mengejutkan ketika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, diumumkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Meskipun status tersangka telah disematkan, Firli Bahuri belum ditahan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, menyatakan bahwa berdasarkan barang bukti yang dikumpulkan, Firli diduga melanggar Pasal 12 e dan/atau Pasal 12B dan/atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Namun, perlu dicatat bahwa ketentuan mengenai penahanan tersangka diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penahanan tersangka merupakan kewenangan penyidik kepolisian atau penuntut umum kejaksaan. Pasal 21 KUHAP menegaskan bahwa penahanan tersangka harus memenuhi syarat subjektif dan objektif.

BACA JUGA: Kronologi Penetapan Tersangka Ketua KPK Firli Bahuri Atas Dugaan Pemerasan

Syarat subjektif penahanan melibatkan kekhawatiran aparat penegak hukum terhadap tersangka jika tidak langsung ditahan. Ada tiga faktor kekhawatiran yang dapat menjadi pertimbangan penyidik untuk menahan tersangka: kondisi yang membuat tersangka berpotensi melarikan diri, kekhawatiran akan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta dikhawatirkan tersangka akan mengulangi tindak pidana.

Meski demikian, syarat objektif penahanan berlaku bagi tersangka yang telah melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih. Namun, ada pengecualian tertentu yang memungkinkan penyidik tetap menahan tersangka meskipun ancaman pidana kurang dari lima tahun. Berikut adalah pasal-pasal yang dapat digunakan penyidik untuk menahan tersangka:

  1. Pasal 282 Ayat 3, Pasal 296, Pasal 335 Ayat 1, Pasal 351 Ayat 1, Pasal 353 Ayat 1, Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480, dan Pasal 506 KUHP.
  2. Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471).
  3. Pasal 1, Pasal 2, dan Pasal 4 UU Darurat Nomor 8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi.
  4. Pasal 36 Ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 UU Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

Ketua KPK, Firli Bahuri, menghadapi tantangan hukum serius, dan proses hukum selanjutnya akan menentukan bagaimana kasus ini berkembang. Perlu dicatat bahwa asas praduga tak bersalah tetap berlaku hingga tersangka terbukti bersalah melalui proses pengadilan yang adil dan transparan. (*/)

(RRY)

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...