Sebuah langkah hukum menarik tengah berlangsung di panggung politik Indonesia, di mana seorang mahasiswa dari Universitas NU, Brahma Aryana, mengajukan permohonan uji materiil terkait syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Langkah hukum ini diambil setelah adanya perubahan terkait syarat usia capres-cawapres melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XX 11/2023.
Brahma Aryana memperjuangkan agar Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dapat diubah kembali. Petitum yang diajukan Brahma menegaskan bahwa syarat usia capres-cawapres seharusnya dapat di bawah 40 tahun, asalkan yang bersangkutan pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, seperti gubernur atau wakil gubernur.
BACA JUGA: MK Sukses Gocek Masyarakat Indonesia dengan Kabulkan Gugatan Terkait Batas Usia Capres dan Cawapres
Dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada Selasa (21/11), Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengonfirmasi bahwa Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 telah dibahas. Enny menegaskan bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak hadir dalam RPH tersebut.
“Kami tadi membahas beberapa perkara termasuk salah satunya Perkara 141. Untuk Perkara 141 sebagaimana Putusan MKMK (red, Majelis Kehormatan MK) tidak dihadiri oleh Yang Mulia Anwar Usman,” ujar Enny kepada CNNIndonesia.com.
Putusan MK sebelumnya mengubah ketentuan syarat usia minimal capres-cawapres, memungkinkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun ikut dalam pemilihan presiden. Keputusan ini menuai kontroversi terutama setelah putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, mengambil langkah untuk menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2024 meskipun usianya baru 36 tahun.
Langkah ini memicu berbagai protes dan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada MKMK. Anwar Usman, paman Gibran yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK, akhirnya dicopot dari jabatannya karena dinilai melanggar kode etik perilaku hakim.
Di tengah perdebatan hukum ini, Gibran Rakabuming Raka telah resmi menjadi cawapres dari Prabowo Subianto, memperoleh nomor urut dua untuk Pilpres 2024. Seiring berjalannya waktu, perkembangan kasus ini akan terus menjadi sorotan dan berpotensi memengaruhi dinamika politik di Indonesia. (*/)
(RRY)