Sebuah skandal mengguncang Kelurahan Batu Piring, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan (Kalsel) setelah bendahara Panitia Pemungutan Suara (PPS) dengan inisial MH (23 tahun) ditangkap oleh aparat kepolisian. Kasus ini mencuat setelah ditemukan bahwa MH telah melarikan dana sebesar Rp115 juta yang seharusnya dialokasikan untuk honor Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Menurut laporan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Balangan, Iptu Galuh Restu, MH berhasil ditangkap di Kabupaten Tabalong, Kalsel setelah dilaporkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Balangan. Uang yang berhasil ditemukan oleh aparat hanya tersisa sebesar Rp17 juta di kamar pelaku. Ternyata, MH telah menghabiskan dana honor KPPS tersebut untuk bermain judi online.
Situasi ini mengecewakan anggota KPPS di Kelurahan Batu Piring, yang belum menerima honorarium mereka pasca-hari pemilihan. Salah satu anggota KPPS, Sariatul Adawiyah, menyatakan kekecewaannya atas tindakan MH. Mereka telah bekerja keras selama lebih dari 24 jam di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tanpa mendapatkan upah yang dijanjikan.
MH mengaku telah mencairkan honorarium untuk linmas dan KPPS dua hari sebelum hari pemilihan. Namun, ia memilih untuk hanya membayarkan honor linmas dan menunda pembayaran honor KPPS untuk 126 orang. Dana KPPS yang seharusnya dialokasikan secara sah telah dialihkan ke rekening pribadinya dan digunakan untuk berjudi, menyisakan hanya Rp17 juta.
BACA JUGA: Prabowo-Gibran Memimpin dalam Real Count KPU Pilpres 2024
Kini, MH harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Dia dijerat dengan Pasal 374 Junto Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman penjara hingga 5 tahun.
Skandal ini bukan hanya mencoreng proses pemilihan yang seharusnya adil dan transparan, tetapi juga menggambarkan betapa pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Kehadiran pihak berwenang, seperti KPU, dalam memastikan integritas dan transparansi dalam penggunaan dana pemilihan sangatlah krusial.
Pengalihan dana publik untuk kepentingan pribadi seperti yang dilakukan oleh MH tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat pada proses demokrasi. Kasus seperti ini menuntut langkah-langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa pelanggaran semacam itu tidak terjadi lagi di masa mendatang.
Sebagai masyarakat, kita harus tetap waspada dan terlibat aktif dalam memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam setiap tahap proses pemilihan. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa proses demokrasi yang seharusnya adil dan berintegritas dapat terwujud dengan baik. (*/)
(RRY)