Dalam menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), Indonesia seringkali dihadapkan pada tantangan politik uang yang mengancam integritas demokrasi. Serangan fajar atau praktik pemberian barang atau uang untuk memengaruhi pemilih menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan. Namun, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Soleh, dengan tegas menyatakan bahwa serangan fajar adalah tindakan yang haram menurut hukum agama.
Menurut Asrorun, praktik ini merupakan sebuah bentuk penyalahgunaan hak pilih dan sebuah tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral yang mendasari kepemimpinan yang baik. Hak untuk memilih, yang merupakan salah satu hak dasar warga negara, seharusnya digunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab demi kepentingan bersama.
Kriteria memilih pemimpin yang disampaikan Asrorun adalah kriteria yang sangat penting. Pemimpin yang dipilih harus memiliki kapasitas untuk menjaga agama dan mengelola urusan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan dengan baik. Pemilihan pemimpin bukanlah semata-mata tentang popularitas atau keuntungan pribadi, tetapi tentang kemampuan untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
BACA JUGA: Bawaslu Indonesia Ungkap Terdapat 21.947 TPS Rawan di Pemilu 2024
Pendapat Asrorun didukung penuh oleh Ketua MUI Bidang Dakwah, Cholil Nafis, yang juga menegaskan bahwa politik uang adalah tindakan yang haram dalam Islam. Cholil menekankan bahwa memberikan sesuatu untuk mempengaruhi pemilihan seseorang adalah bentuk risywah, atau suap, yang diharamkan oleh ajaran Islam.
MUI telah mengeluarkan fatwa-fatwa yang secara tegas menyatakan haramnya politik uang dan segala bentuk praktik yang merusak integritas demokrasi. Fatwa tersebut menjadi pedoman moral bagi seluruh umat dalam menjalankan kewajibannya dalam proses demokrasi.
Namun, perlu diingat bahwa penegakan hukum dan kesadaran moral semata tidak cukup untuk mengatasi masalah politik uang. Diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pemberantas korupsi, partai politik, dan masyarakat, untuk memerangi praktik yang merusak esensi demokrasi.
Politik uang bukan hanya merugikan kehormatan demokrasi, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip moral dan etika yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita sebagai warga negara memiliki tanggung jawab moral untuk menolak dan melawan setiap bentuk politik uang demi menjaga integritas demokrasi dan membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara.
Dengan mengikuti arahan dari para ulama dan melalui kesadaran moral yang tinggi, kita dapat melindungi proses demokrasi dari ancaman politik uang dan memastikan bahwa suara rakyat benar-benar menjadi penentu dalam menentukan masa depan bangsa. (*/)
(RRY)