17 Tahun Aksi Kamisan (Foto: Balairungpress/Bayu/Bal)
Sebuah gerakan protes muncul di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Aksi Kamisan ke-804, yang menyoroti pencalonan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan wakil presiden 2024. Lebih dari 145 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tidak kurang dari 130 individu membuat petisi yang mempertanyakan dan memprotes pencalonan tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil, sebagai inisiator gerakan ini, menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia didirikan bukan untuk kepentingan segelintir orang, kelompok, atau keluarga, tetapi untuk seluruh rakyat. Mereka mengatakan bahwa kekuasaan tidak boleh hanya dimonopoli oleh kelompok tertentu, karena hal tersebut bertentangan dengan semangat dan cita-cita pendirian negara Indonesia.
Menurut Koalisi, pencalonan Gibran sebagai Calon Wakil Presiden dianggap melanggar agenda reformasi 1998. Mereka mengkritik bahwa pencalonan tersebut penuh dengan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), serta dianggap melanggar etika konstitusi. Koalisi juga menyatakan bahwa pencalonan tersebut bertujuan untuk mengamankan dan melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroni Jokowi, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
BACA JUGA: 17 Tahun ‘Kamisan’, Jadi Bukti Aksi Kamisan Bukan Isu 5 Tahunan
Koalisi sangat menyoroti proses hukum terkait pembajakan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan langkah pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden. Mereka menyoroti hubungan kekerabatan antara Ketua Majelis Hakim MK saat itu, Anwar Usman, dengan Jokowi dan Gibran. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 90/PUU-XXI/2023 disebut Koalisi sebagai bukti nyata dari kekuasaan yang sarat dengan praktik KKN.
Koalisi juga mengkritik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang tidak menggunakan pelanggaran etik sebagai dasar untuk membatalkan pencalonan Gibran sebagai Cawapres.
Tidak hanya Gibran, Koalisi juga menilai bahwa Prabowo Subianto tidak layak mencalonkan diri sebagai presiden. Mereka mempermasalahkan tanggung jawab Prabowo dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Fakta sejarah juga menyebutkan keterlibatan Prabowo dalam proyek lumbung pangan atau food estate yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan hidup, terutama di Kalimantan Tengah.
Gerakan protes ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat tidak puas dengan dinamika politik dan kekuasaan yang berlangsung di Indonesia. Mereka menyerukan agar nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan transparansi dijunjung tinggi dalam proses politik dan pemilihan pemimpin di masa depan. (*/)
(RRY)