Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan berita bohong. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang di Ruang Sidang Pleno Gedung MK RI, Jakarta, pada Kamis (21/3).
Sebelumnya, Haris, Fatia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) telah mengajukan uji materi terhadap sejumlah pasal, antara lain Pasal 27 (3) dan 45 (3) UU 19/2016 (UU ITE), Pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 310 ayat 1 KUHP.
Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 310 KUHP sebagai inkonstitusional bersyarat. Sementara itu, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun terkait dengan UU ITE, MK menolak permohonan uji materi terhadap dua pasal tersebut karena telah terjadi perubahan dalam undang-undang tersebut, yaitu dengan diundangkannya UU 1/2024. Oleh karena itu, sebagian materi norma dalam UU 11/2008 dan UU 19/2016 telah berubah dan tidak berlaku lagi.
BACA JUGA: Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Adalah Kemenangan Masyarakat Indonesia
Dalam pertimbangan MK, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 dinilai tidak memberikan parameter yang jelas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan membatasi kebebasan berekspresi.
Pasal 310 KUHP, yang mengatur tentang pencemaran nama baik, juga dinilai inkonstitusional bersyarat oleh MK. Mahkamah menilai bahwa rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP tidak memberikan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara.
Namun demikian, MK menegaskan bahwa perubahan norma dalam Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP baru) dapat diadopsi untuk memberikan kepastian hukum dalam penerapan Pasal 310 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Haris, Fatia, beserta pihak lain telah digugat dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam perkara tersebut, meskipun telah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan upaya hukum kasasi.
Dengan putusan MK ini, terdapat penegasan terhadap beberapa pasal yang dinilai memiliki implikasi signifikan terhadap kebebasan berekspresi dan kepastian hukum bagi warga negara Indonesia. Melalui keputusan ini, MK memberikan sinyal penting terkait dengan perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi. (*/)
(RRY)