Pemilu, momen penting dalam demokrasi sebuah negara, seringkali menjadi sorotan publik. Namun, di tengah sorotan terang, terdapat bayang-bayang tantangan yang mengintai, baik sebelum maupun sesudah pemilu berlangsung. Prime Time kali ini menghadirkan Titi Anggraeni selaku Dosen Pemilu Universitas Indonesia untuk menyoroti beberapa aspek krusial terkait proses pemilu dan dampaknya pada kehidupan demokrasi.
Pada hari pemungutan suara, masyarakat diajak untuk menggunakan hak pilihnya. Namun, proses ini tidak selalu berjalan mulus. Salah satu persoalan utama adalah adanya kecurangan dalam daftar pemilih tetap (DPT), yang dijelaskan sebagai suatu bentuk manipulasi terhadap identitas dan lokasi pemilih. Ini mengakibatkan keraguan atas keabsahan proses demokratis itu sendiri.
Dalam diskusi ini, juga dibahas tentang harapan masyarakat terhadap pemilu sebagai wujud demokrasi yang ideal, sekaligus kenyataan yang seringkali jauh dari harapan. Terutama ketika janji-janji para penyelenggara pemilu tidak terpenuhi, seperti janji penetapan hasil pada tanggal 18 Maret yang akhirnya mundur. Hal ini memicu ketidakpercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
“Dari awal ketika KPU percaya diri mengatakan tanggal 18 akan menetapkan hasil pemilu 2024 Itu saya sudah bilang Ini KPU menyampaikan sesuatu yang tidak mungkin Karena kenapa? Pada tanggal itu penghitungan atau rekapitulasi suara itu kan berjenjang ya Mbak India Dari TPS, di kecamatan, di kabupaten-kota Lanjut provinsi, langsung lanjut lagi nasional Jadi kita memang masih menganut rekapitulasi suara berjenjang secara manual Nah ketika KPU mengatakan akan menuntaskan pada tanggal 18 Itu Jawa Barat tuh belum selesai Dan Papua itu juga belum selesai,” ujar Titi
Peran media dalam menyampaikan informasi yang akurat dan kritis, serta peran masyarakat sipil dalam mengawasi dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin terpilih, menjadi sangat penting. Namun, terkadang media dan masyarakat sipil juga dihadapkan pada tekanan politik dan ekonomi yang menghambat peran kritis mereka.
Dalam konteks Indonesia, fenomena adaptasi terhadap status quo menjadi sebuah tantangan serius. Meskipun reformasi telah terjadi, namun elit politik masih cenderung mempertahankan kekuasaan dan melakukan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi. Oleh karena itu, masyarakat perlu terlibat secara aktif dalam memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati.
BACA JUGA: Melangkah di Tengah Dinamika Politik Pasca Pemilu: Refleksi dan Proyeksi Kehadiran Kepemimpinan
“Makanya saya selalu bilang, di era reformasi ternyata adaptasi status quo kelompok-kelompok pro status quo itu
lebih cepat terhadap kelompok yang pro demokrasi,” tambah Titik.
Tantangan sebenarnya muncul pasca-pemilu, di mana peran masyarakat dalam mengawasi dan menuntut pertanggungjawaban dari para pemimpin terpilih menjadi sangat vital. Keterlibatan aktif dari masyarakat dalam mengkritisi kebijakan dan tindakan pemerintah adalah salah satu bentuk nyata dari kematangan demokrasi sebuah negara.
Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, kita tidak boleh kehilangan harapan terhadap proses demokrasi. Keterlibatan aktif dari masyarakat dan peran kritis media adalah kunci dalam memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan dengan baik dan bahwa kepentingan publik diutamakan.
Dalam mengakhiri obrolan ini, kita diingatkan bahwa keberhasilan demokrasi sebuah negara tidak hanya terletak pada proses pemilu itu sendiri, tetapi juga pada bagaimana masyarakat dan institusi lainnya berperan dalam mengawasi dan mendukung berjalannya prinsip-prinsip demokrasi yang sejati. Dengan demikian, kita semua memiliki tanggung jawab untuk terus memperjuangkan demokrasi yang lebih baik dan inklusif. (*/)
(RRY)