Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan optimis terhadap perkembangan arus investasi AS di Indonesia di masa jabat kedua Presiden Donald Trump yang dimulai awal tahun depan.
“Saya kira, (arus investasi) mungkin akan lebih baik karena kepribadian Trump yang pragmatis,” ucap Luhut usai menghadiri agenda “12th US-Indonesia Investment Summit” di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, respons Trump terhadap potensi investasi di Indonesia dan dinamika investasi AS ke RI di masa depan akan amat bergantung dari bagaimana Indonesia menyediakan bantuan dan menangani para pebisnis AS yang berminat menanam modal.
Untuk itu, pemerintah Indonesia hendaknya memerhatikan peluang yang akan muncul dari AS di bawah Presiden Trump serta mempermudah proses perizinan dan regulasi bagi mereka. “Jangan sampai ada regulasi-regulasi yang menghambat investasi ke Indonesia,” kata Luhut.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Fajarini Puntodewi menyebut kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS, bakal memberikan dampak pada ekspor Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama AS.
Hal itu lantaran Trump diperkirakan mengenakan tambahan tarif pajak 10-20 persen untuk semua barang yang masuk ke Amerika Serikat, ucapnya pada 19 November lalu.
Namun demikian, kata Puntodewi, pada kepemimpinan Trump yang pertama pada periode 2017—2021, tren ekspor Indonesia ke Amerika Serikat justru meningkat dan mengalami surplus. Tren tersebut terus melonjak tajam di bawah pemerintahan Joe Biden, kata dia.
Oleh karena itu, pada kepemimpinan Trump ke depan diharapkan tidak membawa perubahan besar dalam kinerja ekspor.
Selain itu, ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengimbau Pemerintah Indonesia untuk memperkuat ekonomi domestik guna mengantisipasi efek kemenangan Trump.
Pasalnya, Trump mempunyai hubungan yang kurang harmonis dengan China yang berdampak pada timbulnya perang dagang. Kondisi itu menghambat permintaan barang dari negara lain untuk masuk ke dua negara tersebut.
Efeknya, produk Indonesia bisa makin tertekan, termasuk produk tekstil. Tekanan ini bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan luar negeri yang tertahan, kata dia.
*
(antaranews)