Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam kesehatan masyarakat akibat konsumsi gula berlebihan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas, termasuk di kalangan anak-anak, serta lonjakan kasus diabetes melitus yang kini menjadi penyebab kematian terbesar keempat di Tanah Air. Untuk mengatasi krisis tersebut, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ Achmad Nur Hidayat, berpendapat pemerintah bisa mempertimbangkan dua kebijakan utama yaitu pajak minuman berpemanis (SSB) dan pelabelan nutrisi yang lebih ketat.
Studi kasus dari berbagai negara menunjukkan bahwa kedua kebijakan tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Seperti contoh, Meksiko, berhasil menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 12% dalam setahun setelah menerapkan pajak SSB sebesar 10%. Sementara itu, Chili yang mengadopsi label peringatan “Tinggi Gula, Garam, Lemak” mencatat penurunan konsumsi hingga 24%, didukung oleh kampanye edukasi nasional yang masif. Mengingat rendahnya literasi gizi masyarakat Indonesia, kombinasi pajak dan label gizi menjadi solusi terbaik untuk mendorong perubahan pola konsumsi.
Kritik terhadap pajak SSB sering kali berfokus pada dampaknya terhadap kelompok berpenghasilan rendah. Mereka yang paling rentan terhadap dampak buruk konsumsi gula berlebih, termasuk diabetes dan penyakit kronis lainnya. Dengan pengelolaan pajak yang tepat, misalnya melalui earmarking untuk subsidi pangan sehat seperti buah dan sayur, pajak SSB dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat tanpa membebani ekonomi rakyat kecil. Selain itu, sektor industri tidak perlu khawatir kehilangan pasar. Pengalaman Inggris dan Thailand menunjukkan bahwa pajak gula mendorong inovasi produk rendah gula tanpa mengurangi keuntungan perusahaan.
Untuk memastikan efektivitas kebijakan, pemerintah perlu menerapkan pajak SSB secara bertahap, mengalokasikan pendapatan pajak untuk subsidi pangan sehat, serta menerapkan label gizi yang jelas dan mudah dipahami masyarakat. Insentif reformulasi produk bagi industri, khususnya UMKM, juga harus dipertimbangkan agar tidak menghambat pertumbuhan sektor usaha kecil. Dengan kebijakan yang tegas dan berkeadilan, Indonesia dapat membangun pola konsumsi yang lebih sehat serta industri makanan-minuman yang berdaya saing di tingkat global.
Princess Jessica – Redaksi