Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang memberlakukan tarif impor terhadap sejumlah negara, menjadi perbincangan hangat beberapa waktu terakhir. Banyak negara yang merespon kebijakan ini dengan membalas menaikkan tarif impor dari negaranya. Di sisi lain, negara ASEAN, termasuk Indonesia, lebih memilih melalui jalur negosiasi ke pihak AS, daripada membalas secara langsung.
Ahmad Nur Hidayat (ANH), seorang ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menyampaikan bahwa sebelum munculnya perang tarif ini, kondisi perdagangan internasional Indonesia sebenarnya sedang membaik secara perlahan. Indonesia bahkan mencatatkan surplus dalam neraca perdagangan dengan beberapa negara lain. Meskipun neraca perdagangannya meningkat, ANH mengatakan bahwa saat ini daya beli masyarakat justru mengalami penurunan. Keuntungan dari perdagangan internasional ternyata belum dirasakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia, melainkan masih dirasakan oleh para pengusaha eksportir. Penurunan daya beli ini menjadi indikator bahwa pendapatan masyarakat belum mengalami peningkatan signifikan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tingkat pengangguran yang masih tinggi di berbagai daerah, membuat banyak warga tidak memiliki penghasilan yang layak.
ANH menyampaikan, situasi seperti ini juga dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk melakukan pembenahan, khususnya dalam penguatan industri dalam negeri. Indonesia perlu meningkatkan posisi tawarnya di hadapan Amerika Serikat, mengingat Indonesia merupakan negara penghasil beberapa mineral langka yang sangat dibutuhkan oleh industri AS. Selain itu, Indonesia sebagai produsen nikel terbesar di dunia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri mobil listrik. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mendalam dari pemerintah terkait langkah-langkah mitigasi terhadap kebijakan perang tarif yang diberlakukan oleh Donald Trump. Jadi, langkah strategis dan kebijakan pemerintah kedepannya, akan sangat menentukan posisi Indonesia dalam menghadapi perang tarif ini.
Andhika Rakatama – Redaksi