Insiden tragis terjadi di Garut, Jawa Barat, ketika ledakan amunisi menewaskan 13 orang, termasuk empat anggota TNI AD dan sembilan warga sipil yang berada di sekitar lokasi kejadian. Kejadian tersebut memunculkan perhatian besar terhadap prosedur pemusnahan amunisi yang tidak layak pakai. Pengamat militer sekaligus co-founder Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi menjelaskan bahwa kegiatan pemusnahan amunisi semacam ini sebetulnya adalah prosedur rutin. Tujuannya untuk menghindari risiko ledakan spontan yang bisa membahayakan keselamatan, karena amunisi yang sudah kadaluarsa atau rusak sangat tidak stabil.
Fahmi menegaskan bahwa meskipun rutin, kegiatan tersebut tidak boleh dianggap remeh. Amunisi yang tidak layak pakai jauh lebih berbahaya dibandingkan amunisi standar, sehingga proses pemusnahannya harus dilakukan dengan pengamanan ketat sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Salah satu hal penting adalah memastikan lokasi pemusnahan berada jauh dari pemukiman penduduk dan wilayah tersebut benar-benar steril dari pihak yang tidak berkepentingan.
Fahmi juga menyampaikan bahwa ketidakkonsistenan dalam menjalankan prosedur keamanan bisa mengakibatkan kegagalan teknis yang fatal. Fahmi menyoroti bahwa dalam beberapa video yang beredar di media sosial, terlihat jelas masih banyak warga yang berada di sekitar, bahkan di dalam area pemusnahan. Ini menunjukkan adanya kelemahan signifikan dalam pengamanan wilayah kegiatan tersebut. Meski lokasi pemusnahan diklaim sudah cukup jauh dari pemukiman, yakni sekitar lima kilometer lebih, keberadaan warga di sekitar area tetap menjadi masalah utama. Hal ini memperlihatkan adanya celah dalam pengawasan serta kurangnya upaya sterilisasi area.
Fahmi juga menyoroti perilaku masyarakat setelah terjadi ledakan, yang justru mendekati lokasi kejadian. Fahmi menyamakan dengan insiden teror bom di Sarinah, di mana warga tetap mendekat meskipun situasi masih berbahaya. Ini menunjukkan bahwa edukasi kepada masyarakat mengenai kebencanaan dan potensi risiko keselamatan masih sangat minim, dan menjadi hal yang mendesak untuk diperbaiki ke depannya.
Andhika Rakatama – Redaksi