Seorang mantan manajer toko perhiasan di Inggris, Lucy Roberts (39 tahun), menghadapi hukuman penjara setelah aksinya mencuri perhiasan dari tempat kerjanya terbongkar. Ia secara diam-diam mengambil berlian, emas, dan perhiasan mewah dengan alasan ingin menyortir stok di rumah. Namun kejahatannya terbongkar setelah ia mengunggah selfie saat liburan di media sosial. Dalam foto tersebut, ia tampak mengenakan beberapa barang curian yang kemudian dikenali oleh mantan rekan kerjanya.
Polisi dari wilayah Humberside kemudian melakukan penggeledahan di rumah Lucy dan menemukan barang bukti senilai sekitar £135.000 atau setara dengan Rp2,9 miliar. Barang-barang tersebut ditemukan tersembunyi di bawah tempat tidur, di lemari pakaian, dan di berbagai sudut rumah lainnya. Lucy sempat membantah bahwa barang-barang itu miliknya, bahkan mengaku beberapa barang diberikan atau ditanam orang lain. Namun bukti-bukti visual dari unggahan media sosialnya sangat kuat, sehingga ia akhirnya mengaku bersalah.
Lucy dijatuhi hukuman penjara selama hampir 30 bulan oleh pengadilan. Hakim menyatakan bahwa perbuatannya termasuk bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Perilaku manipulatif dan keterlibatan aktif dalam menyembunyikan barang curian memperberat hukumannya. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa media sosial bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam mengungkap tindak kejahatan.
Kisah Lucy Roberts menjadi contoh bagaimana era digital dapat mempercepat proses investigasi hukum. Selfie yang semula dimaksudkan untuk pamer liburan justru menjadi alat bukti yang tak terbantahkan. Banyak pelaku kejahatan saat ini tak menyadari bahwa jejak digital bisa membongkar apa yang mereka coba tutupi. Kasus ini menjadi pelajaran penting: di zaman media sosial, kesombongan bisa jadi pintu masuk ke penjara.
Alexander Jason – Redaksi