National

Pemerintah akan Perkuat Pengawasan Kepatuhan Pajak, Target Pajak 2026 Naik 13,5 Persen

Pemerintah akan meningkatkan pengawasan kepatuhan pajak untuk mengejar target penerimaan pajak Rp 2.357,71 triliun pada tahun 2026. Pasalnya, target penerimaan pajak ini meningkat hingga 13,5 persen dibandingkan outlook 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun dan meningkat 7,69 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun. 

Dalam Buku II Nota Keuangan, pemerintah menyatakan akan mengejar target tersebut dengan meningkatkan pengawasan kepatuhan pajak. Pemerintah mengoptimalisasi Compliance Risk Management (CRM) dalam pengawasan kepatuhan wajib pajak karena kini pengawasan tidak lagi dapat mengandalkan pendekatan konvensional. Dibutuhkan strategi pengawasan yang lebih cerdas dan berbasis risiko seperti CRM untuk mengatasi tantangan globalisasi ekonomi, digitalisasi transaksi, serta meningkatnya kompleksitas skema penghindaran pajak.

CRM merupakan sistem manajemen risiko yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko ketidakpatuhan wajib pajak secara sistematis sehingga memungkinkan pengawasan dilakukan secara lebih efisien dan tepat sasaran. Dengan sistem ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memetakan profil risiko setiap wajib pajak berdasarkan data perpajakan dan informasi eksternal. Melalui CRM, wajib pajak akan dikelompokkan ke dalam beberapa kategori risiko, seperti risiko rendah, sedang, dan tinggi.

Wajib pajak dengan risiko rendah akan mendapatkan pendekatan pembinaan dan edukasi, sedangkan wajib pajak dengan risiko tinggi akan menjadi prioritas pemeriksaan dan penegakan hukum. Untuk mendukung CRM, dibutuhkan pemanfaatan teknologi informasi dan analisis data. Untuk itu, pemerintah secara bertahap mengembangkan compliance risk engine yakni sistem yang memanfaatkan data dari SPT, e-Faktur, e-Bupot, data perbankan, hingga informasi ekspor-impor, untuk mendeteksi potensi ketidakpatuhan secara dini.

Melalui integrasi dengan sistem Coretax dan analitik berbasis machine learning, potensi penyimpangan dapat dikenali bahkan sebelum pelanggaran terjadi. CRM memungkinkan DJP untuk bertindak secara terukur dan berbasis bukti sehingga menciptakan iklim kepatuhan yang sehat di tengah masyarakat. Ke depan, CRM harus terus dikembangkan sebagai fondasi utama dalam transformasi sistem perpajakan Indonesia menuju administrasi yang modern, responsif, dan berkelanjutan.

Fito Wahyu Mahendra – Redaksi

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...