Pemerintah Indonesia akan meningkatkan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia melebihi target awal 10 persen. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyampaikan langkah ini sebagai upaya strategis untuk memperkuat pengelolaan tambang tembaga terbesar di dunia, seiring dengan perpanjangan kontrak operasi PT Freeport hingga 2041.
Dalam pernyataannya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (15/9), Bahlil mengungkapkan bahwa negosiasi dengan pihak Freeport telah mencapai titik positif. Awalnya, pemerintah menargetkan penambahan saham sebesar 10 persen, namun perkembangan terbaru menunjukkan potensi peningkatan yang lebih signifikan.
Bahlil menekankan bahwa proses perhitungan dan finalisasi pembelian saham masih berlangsung, dengan pengumuman detail akan dilakukan setelah penandatanganan perpanjangan kontrak. Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional, termasuk melalui penguatan hak kepemilikan atas aset bernilai tinggi seperti tambang Grasberg di Papua.
Bahlil mengatakan, Alhamdulillah, awalnya kan penambahan saham Freeport itu 10 persen. Perkembangan yang terjadi di atas 10 persen. Berapa pastinya nanti saya akan umumkan setelah tanda tangan proses perpanjangan. Untuk 10 persen lebih, itu tidak, biayanya sangat murah sekali. Karena valuasi asetnya kan kita anggap itu sudah nilai bukunya sangat tipis sekali. Tetapi itu kan terjadi untuk sampai dengan 2041, dan sekarang perhitungannya lagi di jalan.
Rencana penambahan kepemilikan saham Freeport Indonesia ini bukanlah yang pertama bagi pemerintah. Sebelumnya, Indonesia telah berhasil meningkatkan porsinya menjadi 51 persen pada 2018 melalui negosiasi panjang dengan PT Freeport-McMoRan Inc, perusahaan induk asal Amerika Serikat.
Langkah terbaru ini dianggap sebagai kelanjutan strategi untuk memaksimalkan manfaat dari operasi tambang yang menyumbang signifikan terhadap ekspor nikel dan tembaga nasional. Para analis memprediksi bahwa peningkatan saham ini dapat membuka peluang baru bagi investasi infrastruktur dan pengembangan SDM di wilayah pertambangan.
Fito Wahyu Mahendra – Redaksi