Wakil Wali Kota Jakarta Timur, Kusmanto bersama pejabat terkait dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) serta Kecamatan Pulo Gadung mengunjungi kios legendaris Kopi Bemo di Pasar Rawamangun. Kios berukuran 3×4 meter yang berdiri sejak 1965 ini menawarkan sekitar 30 varian kopi Nusantara dengan harga terjangkau. Keberadaannya di tengah pasar tradisional yang biasanya identik dengan pedagang sayur dan kue ringan menjadikannya daya tarik tersendiri. Kehadiran pejabat daerah mempertegas pentingnya keberlanjutan ikon budaya lokal ini.
Pemilik kios, Edward Nurjadi (49), menuturkan dirinya merupakan generasi kedua penerus usaha sang paman. Awalnya, Kopi Bemo hanya menjual mesin giling kopi, sebelum akhirnya beralih menjual biji kopi. Nama “Kopi Bemo” lahir dari kebiasaan sopir Bemo yang mampir di warung ini pada tahun 1965. Edward mulai melanjutkan usaha tersebut pada tahun 2011 dengan membawa semangat melestarikan tradisi kopi Nusantara.
Dalam perjalanannya, Kopi Bemo mampu menjual hingga 120 kilogram biji kopi per hari di masa lalu. Kini, persaingan dengan kopi sachet, warung keliling, dan kedai modern membuat penjualan turun menjadi sekitar 30 kilogram per hari. Meski begitu, permintaan tetap datang dari hotel, restoran, kafe, hingga pembeli luar Pulau Jawa. Untuk bertahan, Edward fokus pada peningkatan kualitas dengan menghadirkan kopi grade 1 dan grade 2 dari berbagai daerah.
Kopi Bemo juga mempertahankan tradisi unik, yaitu mewajibkan pembeli mencicipi tester secangkir kopi sebelum membeli. Langkah ini menjadikan kios bukan sekadar tempat bertransaksi, melainkan ruang edukasi untuk mengenali cita rasa Nusantara. Rencana ke depan, Edward ingin membuka kedai kopi di lantai dasar pasar sekaligus melakukan roasting sendiri. Harapannya, Pasar Rawamangun tidak hanya dikenal sebagai pusat sayur-mayur, tetapi juga ikon kuliner yang menjaga warisan kopi Indonesia.
Alexander Jason – Redaksi