Pemerintah negara bagian Melaka, Malaysia, merencanakan pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Melaka dengan Indonesia, dengan estimasi waktu tempuh sekitar 40 menit. Rencana ini disampaikan Ketua Menteri Melaka, Ab Rauf Yusoh, sebagai bagian dari upaya memperkuat konektivitas regional dan kerja sama lintas negara.
Ab Rauf mengatakan kajian awal pembangunan jembatan tersebut dijadwalkan dimulai pada Januari 2026. Jembatan yang direncanakan memiliki panjang sekitar 47,7 kilometer dan akan menghubungkan kawasan Pengakalan Balak di Masjid Tanah, Melaka, menuju wilayah Indonesia.
Ia menjelaskan studi untuk proyek berskala besar ini akan disempurnakan terlebih dahulu sebelum diajukan ke Dewan Perencanaan Fisik Nasional (National Physical Planning Council/MPFN) untuk ditinjau dan dievaluasi. Setelah melalui proses tersebut, proposal pembangunan jembatan akan dibahas bersama otoritas Indonesia.
“Setelah itu, kami akan membawa proposal ini ke otoritas Indonesia untuk mendiskusikan implementasi bersama proyek tersebut,” ujar Ab Rauf.
Ab Rauf menilai, apabila terealisasi, pembangunan jembatan ini berpotensi memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Melaka. Pemerintah negara bagian, kata dia, telah mengalokasikan anggaran sebesar RM500.000 atau sekitar Rp2 miliar untuk kebutuhan konsultasi yang mencakup aspek teknis, ekonomi, dan logistik.
“Jembatan ini akan menjadi gerbang dunia terakhir yang menghubungkan Malaysia dan Indonesia, sekaligus membuka peluang kerja sama yang lebih luas antara kedua negara,” kata Ab Rauf.
Namun, rencana tersebut mendapat sorotan dari pihak oposisi.
Pemimpin oposisi Melaka, Yadzil Yaakub, mempertanyakan tujuan dan manfaat pembangunan jembatan tersebut, terutama terkait kemampuan keuangan negara bagian. Ia menilai proyek itu membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara kondisi fiskal Melaka masih terbatas. Menurut Yadzil, sebagian besar pendapatan tahunan negara bagian terserap untuk kebutuhan operasional, di tengah beban utang yang masih dimiliki Melaka, termasuk kepada pemerintah federal.
“Jika kita tidak bisa melunasi utang-utang yang ada, bagaimana negara bagian bisa meyakinkan rakyat bahwa pemerintah mampu mengelola dana baru senilai miliaran ringgit secara bijaksana?” ujar Yadzil, seperti dikutip Free Malaysia Today (FMT).
Ia juga menyoroti ketergantungan Melaka terhadap bantuan pemerintah federal. “Jika kita masih membutuhkan bantuan Putrajaya hanya untuk memperbaiki jalan, bagaimana mungkin kita mampu mendanai konstruksi jembatan yang melintasi Selat Malaka?” katanya.
Akbari Danico – Redaksi

