Penulis: J Halomoan, JMT Ismail, D Hanggraeni
Menurut InsightAsia pada tahun 2022 transaksi e-wallet di Indonesia sudah mencapai Rp 35,1 triliun per bulan. Data lain menurut RedSeer memproyeksikan bahwa transaksi e-wallet di Indonesia akan mencapai US$70,1 miliar pada 2025. Data – data tersebut menunjukan bahwa E-wallet memiliki potensi yang sangat besar sebagai salah satu sistem pembayaran di Indonesia. Hal tersebut dikuatkan juga dari hasil survei yang juga dilakukan oleh RedSeer pada 7 kota besar (Jakarta, Bekasi, Bandung, Medan, Tangerang, Depok, Semarang, Makassar, Palembang, Bogor, Pekanbaru.) di Indonesia menunjukkan bahwa 71% responden aktif menggunakan e-wallet untuk berbagai transaksi, jauh lebih banyak dibandingkan metode pembayaran lain, bahkan melebihi penggunaan uang tunai yang hanya 49% dan transfer bank yang hanya 24%.
E-wallet telah mengubah pola transaksi uang yang ada di Indonesia dengan pemain utama seperti GoPay, OVO, dan DANA pola pengunaa e-wallet telah berubah dari hanya sekedar alat pembayaran menjadi alat untuk mengelola keuangan. Perubahan tersebut ditunjukan dari pola penguna dimana mereka tidak lagi melakukan top-up ketika ingin melakukan transksi, melaikan melakukan top-up dengan pola atau pada periode waktu tertentu seperti 1 minggu sekali atau 1 bulan sekali. Hal ini disebabkan karena penggunaan e-wallet sudah menjadi kebutuhan sehari-hari sehingga hal tersebut bisa menghindari pelanggan dari biaya yang muncul setiap mereka melakukan top-up . Seiring meningkatnya popularitas e-wallet, dan mulai berubahnya pola pengunaan muncul kekhawatiran mengenai bagaimana platform e-wallet mengelola dana besar yang mereka pegang dan apakah mereka mendapatkan keuntungan dari dana tersebut.
BACA JUGA: Per 1 Juli, Empat E-Wallet Tidak dapat Digunakan untuk Pembayaran Tiket Kereta MRT
Seiring bertambahnya pengaruh e-wallet, sangat penting untuk memastikan stabilitas dari likuiditas mereka, terutama karena perputaran dana pada E-wallet yang sangat cair. Meski saat ini saldo e-wallet hanya dibatasi maksimal Rp 20 juta per pengguna, risiko terkait likuiditas bank tentunya akan tetap ada bahkan mungkin akan sulit ditebak karena terdistribusi pada jumlah yang banyak sehingga akan sulit untuk memperkirakan perilaku para pengunanya. Hal yang paling ditakutkan adalah potensi ketersediaan dana yang tidak cukup ketika terjadi penarikan dana secara bersama – sama oleh pengguna. Hal ini sangat mungkin terjadi karena penguna e-wallet yang didominasi oleh generasi yang sudah melek teknologi dan informasi tentunya akan sangat sensitif terhadap informasi yang ada, bukan tidak mungkin penawaran menarik dari e-wallet lain atau bahkan isu-isu yang kurang baik terkait operator e-wallet tertentu akan meningkatkan risiko likuiditas dari e-wallet.
Saat ini, tata kelola untuk e-wallet di Indonesia hanya berasal dari Peraturan Bank Indonesia mengenai Uang Elektronik. Dimana untuk penerbit yang merupakan bank umum dengan modal inti diatas 30 Triliun wajib menempatkan paling sedikit 30% dana yang mereka miliki pada kas mereka dan jika modal inti dibawah 30 Triliun maka bisa ditempatkan pada giro di bank lain yang modal intinya diatas 30 Triliun. Sementara sisanya atau paling banyak 70% dapat ditempatkan pada rekening Bank Indonesia atau ditempatkan pada instrumen yang diterbitkan oleh pemerintah atau Bank Indonesia.
Mengingat pertumbuhan pesat e-wallet, pemerintah Indonesia perlu mengkaji kembali apakah regulasi yang ada sudah cukup memitigasi risiko yang mungkin muncul. Peningkatan sistem keamanan untuk pengoperasian e-wallet dan perlindungan bagi pengguna adalah aspek penting yang harus diperhatikan.
BACA JUGA: QRIS Tuntas: Langkah Terbaru Bank Indonesia dalam Digitalisasi Sistem Pembayaran Indonesia
Bagi pengguna e-wallet perlu dipahami bahwa dana yang disimpan pada e-wallet belum dilindungi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Indonesia. Hal yang saat ini bisa dilakukan untuk memitigasi risikonya adalah dengan memastikan bahwa platform e-wallet yang digunakan sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal yang paling penting meskipun e-wallet menawarkan kemudahan, dan tawaran yang menarik sebaiknya gunakanlah e-wallet hanya untuk transaksi dan bukan sebagai tempat tabungan jangka panjang, sambil menunggu perkembangan regulasi yang lebih baik di masa depan. Dengan regulasi yang lebih baik tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik tetapi juga dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. (*/)