Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, yang akrab disapa Eddy Hiariej, secara resmi mengundurkan diri dari kabinet Presiden Joko Widodo setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi dan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengumumkan pengunduran diri tersebut dalam sebuah jumpa pers di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, pada Rabu (6/12).
Ari Dwipayana menjelaskan bahwa surat pengunduran diri Eddy Hiariej telah diterima oleh Kementerian Sekretariat Negara pada hari Senin (6/12). Meskipun Presiden Joko Widodo belum membaca surat tersebut, Setneg akan segera melaporkan surat pengunduran diri tersebut kepada Presiden setelah kepulangan Jokowi dari Nusa Tenggara Timur. Keputusan mengenai pengunduran diri Eddy Hiariej kemudian akan diambil oleh Presiden.
“Surat ditujukan ke Bapak Presiden dan segera disampaikan setelah Bapak Presiden kembali ke Jakarta,” kata Ari Dwipayana.
Eddy Hiariej, bersama dua orang dekatnya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana, telah mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi. Meskipun belum diumumkan secara resmi oleh KPK, lembaga antirasuah tersebut telah menyurati Presiden Joko Widodo terkait status hukum Eddy Hiariej.
Pada tanggal 29 November 2023, KPK juga mengirim surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Eddy Hiariej, Yosi Andika Mulyadi, dan Yogi Arie Rukmana bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Sejumlah saksi, termasuk Anita Zizlavsky (pengacara) dan Thomas Azali (wirausaha), telah diperiksa oleh KPK sebagai bagian dari penyelidikan kasus ini. Penyidik KPK mendalami aspek pengurusan sengketa perusahaan yang diduga melibatkan Eddy Hiariej. (*/)
(RRY)