Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin, mengumumkan program ambisiusnya untuk memberikan modal sebesar Rp10 juta tanpa agunan dan tanpa bunga kepada para pemuda yang ingin memulai usaha, jika ia berhasil memenangkan Pilpres 2024. Meskipun terdengar sebagai inisiatif yang luar biasa, ternyata program ini bukanlah hal baru.
Cak Imin menyatakan bahwa modal merupakan syarat utama bagi anak muda untuk memulai usaha dan menciptakan lapangan kerja. Dalam acara diskusi di Universitas Negeri Padang (UNP) pada Senin (4/12) lalu, ia menjelaskan, “Kaum muda dengan visibility memadai akan diberi modal Rp10 juta tanpa agunan dan tanpa bunga, sesuai dengan kapasitas manajemen yang mereka siapkan.”
Cak Imin percaya bahwa anak muda adalah masa depan bangsa dan harus mampu menyiapkan lapangan kerja seluas-luasnya. Namun, tidak semua generasi muda memiliki modal finansial yang cukup untuk memulai usaha mereka sendiri.
BACA JUGA: Rizieq Shihab Dukung Pasangan AMIN di Pilpres 2024 Menurut Keputusan Ijtima Ulama
Meskipun demikian, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai bahwa janji Cak Imin bukanlah hal baru. Ia menyamakan program ini dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi) yang sudah ada saat ini. Bhima mengatakan, “Janji memberikan modal usaha Rp10 juta tanpa agunan dan bunga sebenarnya bukan hal yang baru. Ini hampir sama dengan program kredit ultra mikro yang sudah berjalan.”
Bhima menilai bahwa program KUR dan UMi, meskipun memiliki bunga, sebenarnya sudah memberikan bantuan permodalan kepada siapa pun yang memenuhi syarat. Namun, ia memperingatkan agar Cak Imin merancang skema pemberian modal dengan jelas untuk menghindari penyalahgunaan dan menekankan pentingnya seleksi calon peminjam.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, berpendapat bahwa mewujudkan program pembiayaan tanpa bunga dan agunan sangat sulit, terutama jika melibatkan perbankan sebagai penyalur. Rendy mengatakan, “Mengingat kalau kita bicara penyaluran bantuan melalui lembaga finansial konvensional, katakanlah seperti bank, memang ini menjadi relatif sulit untuk dilakukan.”
Rendy menyoroti bahwa penyaluran kredit usaha perbankan selalu menggunakan bunga, dan agunan diperlukan sesuai dengan profil risiko penerima dana. Ia juga mengingatkan bahwa program ini akan memberatkan negara jika diberikan langsung tanpa melalui perbankan, karena akan memerlukan alokasi anggaran yang lebih besar.
Kendati demikian, jika program ini disetujui, Rendy menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan pendanaan ini harus dibuat dengan baik. Evaluasi program juga dianggap penting agar program ini dapat berjalan secara optimal dan tidak disalahgunakan. Ia menyimpulkan, “Evaluasi program itu menjadi penting dan yang tidak kalah penting sebenarnya bagaimana penentuan, siapa yang menerima bantuan ini dan apa dasar yang bisa digunakan untuk memutuskan bahwa seseorang bisa menerima bantuan ini atau tidak.” (*/)
(RRY)