Sosok Mayor Teddy Indra Wijaya yang hadir di debat capres. (Foto: Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Kontroversi muncul setelah kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya, seorang perwira TNI aktif yang juga menjadi ajudan calon presiden nomor urut 2, dalam debat capres beberapa waktu lalu. Dalam tanggapannya, Komisioner KPU Idham Holik membuka suara untuk menjelaskan aturan yang mengizinkan anggota TNI dengan tugas pengamanan menteri yang menjadi peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat mendampingi menteri tersebut.
Idham Holik menyampaikan bahwa aturan tersebut terdapat dalam Pasal 281 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017. Menurut pasal tersebut, kampanye Pemilu yang melibatkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus mematuhi beberapa ketentuan, salah satunya adalah tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Norma tersebut secara khusus mengecualikan fasilitas pengamanan bagi pejabat negara yang sedang berkampanye,” ujar Idham Holik.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Erwin Aksa, memberikan klarifikasi terkait kehadiran Mayor Teddy ke KPU, menyebutnya sebagai bagian dari tugas sebagai ajudan Prabowo. Namun, Erwin Aksa menegaskan bahwa Mayor Teddy tidak berhak mengatur kegiatan kepemiluan.
Sementara itu, Bawaslu sedang melakukan pembahasan internal terkait kehadiran Mayor Teddy. Mereka berencana mengambil tindakan setelah proses kajian selesai, yang rencananya akan diumumkan pada pekan ini.
Dalam berbagai video dan foto yang beredar, Mayor Teddy terlihat duduk sejajar dengan pendukung Prabowo, mengenakan pakaian dengan warna serupa. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono, menjelaskan bahwa kehadiran Teddy dalam acara tersebut dilakukan sesuai dengan agenda Prabowo. Julius menekankan bahwa Teddy tidak mewakili institusi TNI dan kehadirannya bukan karena kepentingan pribadi.
“Dia hanya ajudan yang mengikuti kegiatan Menhan. Tidak mewakili institusi TNI atau kepentingan pribadi. Ajudan melekat ikut kegiatan Menhan,” ungkap Julius melalui pesan singkat.
Kontroversi ini memunculkan perbincangan luas terkait batasan dan etika kehadiran anggota TNI dalam konteks kegiatan politik, khususnya dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (*/)
(RRY)