Yudi Purnomo Harahap, mantan Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkapkan kekagetannya terhadap kasus pungutan liar (pungli) yang melibatkan 93 pegawai KPK. Yudi menilai bahwa jumlah yang cukup besar ini merupakan sebuah komplotan yang merusak integritas, sistem, dan kebersihan KPK dari korupsi.
Menurut Yudi, tindakan beberapa pegawai KPK yang terlibat dalam pungli, khususnya menerima uang dari tahanan, tidak hanya merugikan citra lembaga tersebut tetapi juga mengganggu proses penindakan terhadap kasus korupsi. Pungli yang dilakukan oleh sebagian pegawai KPK menjadi tantangan serius dalam menjaga integritas lembaga yang seharusnya menjadi pilar utama dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Mantan penyidik KPK ini menambahkan bahwa tindakan tersebut mungkin melibatkan klaster-klaster dengan tingkat keterlibatan yang beragam. Oleh karena itu, Dewan Pengawas (Dewas) dan KPK harus bertindak tegas dan jernih dalam menyelidiki serta memberikan sanksi kepada semua yang terlibat, termasuk aktor intelektualnya. Yudi menekankan pentingnya memisahkan dan memberhentikan semua pihak yang menjadi otak dalam kasus pungli ini, serta menuntut secara pidana mereka yang terlibat aktif tanpa paksaan.
BACA JUGA: Kronologi Penetapan Tersangka Ketua KPK Firli Bahuri Atas Dugaan Pemerasan
“Pungli bukan hanya bentuk pelanggaran etik, tetapi juga merupakan suap dan gratifikasi yang seharusnya tidak ada tempatnya di tubuh KPK. Sikap zero tolerance harus diterapkan tanpa ampun, karena lebih baik memotong komplotan ini daripada memberi kesempatan untuk menjalar ke pegawai KPK yang lain. Ini juga sebagai efek jera agar kejadian serupa tidak terulang lagi,” ujar Yudi.
Kejadian ini juga memperlihatkan teori ikan busuk dari kepala, setelah sebelumnya Ketua KPK periode 2019-2023, Firli Bahuri, terbukti melanggar etik dan menjadi tersangka kasus korupsi terkait Kementerian Pertanian. Ironisnya, sekarang 93 pegawai KPK diseret ke sidang etik karena terlibat dalam kasus pungli. Situasi ini memunculkan pertanyaan tentang integritas dan moral di tubuh lembaga anti-korupsi tersebut.
Sementara kasus internal KPK masih bergulir, termasuk dugaan korupsi terkait perjalanan dinas fiktif dan laporan pelanggaran etik terhadap dua pimpinan KPK, Alexander Marwata dan Nurul Gufron. Yudi melihat momentum ini sebagai kesempatan bagi KPK untuk membersihkan diri dari tindakan yang tidak hanya melanggar etik tetapi juga melibatkan perbuatan pidana.
“KPK harus memanfaatkan momentum ini untuk membersihkan diri dan memperbaiki sistem antikorupsi di tubuhnya. Ini adalah langkah yang sangat penting dalam menjaga integritas dan kredibilitas lembaga ini di mata masyarakat,” pungkas Yudi Purnomo Harahap.