Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menegaskan, pemutusan hubungan kerja (PHK) 11.025 buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tindakan legal.
Ia menekankan, PHK adalah opsi terakhir perusahaan dan dilakukan jika benar-benar terpaksa. Pengusaha juga mesti menyampaikan maksud dan alasan pemutusan hubungan kerja kepada para buruh.
Yassierli menjelaskan, ada dua opsi yang dimiliki buruh saat terkena PHK. Pertama, langsung menerima keputusan itu. Kedua, menolak melalui prosedur tertentu.
Ia juga menyebut, kasus Sritex saat ini yang terjadi adalah skenario pertama. Jadi, pekerja menerima PHK. Maka, kemudian prosesnya itu kita membutuhkan sebuah dokumen mereka menerima PHK dan ada laporan PHK oleh pengusaha. Dan tanda terima laporan PHK dari Disnaker setempat
Yassierli mengatakan, PHK terjadi di empat perusahaan yang tergabung dalam grup Sritex, antara lain PT Sri Rejeki Isman Tbk di Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya di Boyolali, serta PT Sinar Pantja Djaja dan PT Bitratex Industries di Semarang.
Kemnaker mencatat, PHK sudah terjadi sejak Agustus 2024 lalu, kala pemutusan kerja menimpa 340 pekerja di PT Sinar Pantja Djaja.
Kemudian, berlanjut di Januari 2025. Yassierli mengatakan kurator melakukan PHK 1.081 buruh PT Bitratex Industries di Semarang.
Sedangkan PHK terakhir terjadi menyeluruh di keempat perusahaan pada 26 Februari 2025 dengan korban 9.604 buruh. Sehingga total korban pemutusan hubungan kerja di Sritex Group menyentuh 11.025 orang.
Baca artikel lainnya di https://Most1058fm.com
(Muhammad Nuzul Ramadhan-Redaksi)