Kementerian Pertanian (Kementan) mengumumkan Larangan Terbatas (lartas) impor tepung tapioka sebagai respons atas krisis harga singkong akibat minimnya penyerapan hasil panen lokal pada Jumat (19/9).
Larangan tersebut disampaikan oleh Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran, dalam konferensi pers di Kantor Kementan di Jakarta. Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengonfirmasi bahwa impor tersebut merupakan penyebab utama dari penurunan harga.
Amran mengatakan, Atas arahan Bapak Presiden, kalau produksi dalam negeri cukup, impor ditiadakan.
Krisis tersebut terjadi sejak Januari 2025, ketika impor tepung tapioka membanjiri pasar pada 23 Januari. Ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung menggelar aksi protes di pabrik pengolahan tepung tapioka dan menuntut harga agar sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) sebesar Rp1.400 per kilogram.
Pada saat itu, harga jual singkong anjlok hingga Rp600-700 per kilogram, jauh di bawah biaya produksi Rp740 per kilogram. Mentan menanggapi situasi melalui koordinasi dengan pihak industri dan petani, hingga akhirnya mendapat laporan terbaru mengenai kondisi petani Lampung dari Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, didampingi empat bupati serta anggota DPRD Lampung pada awal September. Meski mampu memenuhi kebutuhan lokal, petani singkong tetap tak sejahtera karena harga jual tertekan impor. Dalam hal ini, larangan impor dinilai perlu, dengan memprioritaskan singkong sebagai komoditas nasional.
Dalam pertemuan tersebut, Mentan Amran menyatakan akan mengeluarkan surat resmi terkait penetapan harga minimum nasional sesuai regulasi yang berlaku di Lampung. Ia juga menargetkan peningkatan produktivitas singkong hingga 70 ton per hektar serta pembangunan pabrik pengolahan berbasis BUMN di daerah sentra produksi.
Larangan terbatas (Lartas) impor tepung tapioka yang ditetapkan oleh Kementan turut mendapat dukungan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui penerbitan dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang bertujuan memastikan keseimbangan antara kebutuhan industri dan perlindungan petani. Masing-masing Permendag berlaku hingga 14 hari setelah diundangkan.
Salah satunya, Permendag 31/2025, mengatur soal impor ubi kayu dan turunannya seperti tapioka melalui Persetujuan Impor (PI) hanya untuk pemegang API-P, dengan rekomendasi teknis dari Kementerian Perindustrian atau Neraca Komoditas. Impor disesuaikan dengan kebutuhan nasional untuk melindungi petani singkong. Sedangkan Permendag 32/2025 memuat tentang pengetatan impor etanol untuk menjaga stabilitas harga molases, melindungi petani tebu, dan mendukung swasembada gula serta energi hijau.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI), Dasrul Aswin menyampaikan kegembiraan menyambut kepurusan pemerintah ini. Ia optimis, kebijakan terkait akan meningkatkan semangat para petani singkong.
“Kami ucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo melalui Mentan Amran. Jika impor dihentikan, hasil panen kami terserap industri, harga stabil, dan petani sejahtera,” kata Dasrul.
Penerbitan lartas dan Permendag ini menjadi wujud sinergi lintas kementerian yang digagas Mentan Amran sejak Januari 2025 untuk menjamin penyerapan hasil panen lokal, stabilitas harga, dan kesejahteraan petani singkong dan tebu.

