Indonesia semakin mempertegas perannya sebagai penopang utama perdagangan pangan dunia, setelah Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, menggelar pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Republik Rakyat Tiongkok, Maierdan Mugaiti.
Dalam agenda resmi yang berlangsung di Kantor Pusat Kementerian Pertanian Jakarta, Selasa (30/9), Tiongkok secara khusus menyampaikan permintaan jaminan suplai crude palm oil atau CPO langsung dari Indonesia.
”Hari ini kami menerima Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan dari RRT dan pertemuannya berjalan produktif. Dari pertemuan tersebut, pihak Tiongkok meminta jaminan suplai untuk CPO, termasuk juga karet alam dan sarang burung walet,” ucap Wamentan Sudaryono.
Sudaryono menjelaskan, keinginan Tiongkok tersebut menegaskan posisi sawit Indonesia sebagai komoditas strategis dunia sekaligus bukti kepercayaan global terhadap ketahanan pangan Indonesia. Dirinya menegaskan, kebutuhan jangka panjang CPO akan terus dipenuhi, baik untuk mendukung pasar domestik seperti program energi B50 maupun menjaga konsistensi ekspor.
”Tiongkok meminta kepastian pasokan CPO untuk jangka panjang. Mereka melihat kebutuhan minyak sawit di negaranya terus meningkat, sementara Indonesia adalah produsen terbesar di dunia. Kami pastikan produktivitas sawit terus diperkuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri termasuk mendukung program energi B50, juga memastikan suplai ekspor tetap terjamin,” jelas Sudaryono.
Selain fokus pada sawit, pertemuan kedua negara juga membahas peluang kerja sama lain, meliputi karet alam, sarang burung walet, hortikultura unggulan seperti durian, hingga sektor peternakan. Catatan perdagangan Indonesia mencatat surplus dengan Tiongkok sebesar USD 1,77 miliar pada 2024, dengan ekspor terbesar berupa kelapa sawit (USD 2,72 miliar), sarang burung walet (USD 428 juta), karet (USD 363 juta), kelapa (USD 270 juta), serta kakao (USD 218 juta).
Wamentan menekankan pentingnya membuka jalur perdagangan langsung ke Tiongkok tanpa perantara negara lain, agar mekanisme business-to-business lebih efisien dan menguntungkan petani Indonesia. Tidak hanya perdagangan, kerja sama kedua negara juga mencakup penelitian varietas padi unggul yang tahan terhadap kondisi rawa dan pesisir, sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan jangka panjang.
Fito Wahyu Mahendra – Redaksi

