Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan penetapan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka sudah sah dan sesuai prosedur hukum.
Hal itu disampaikan oleh pihak Kejagung dalam kesimpulan sidang praperadilan Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat kemarin.
“Kami dari termohon menyampaikan bahwa dalam penetapan tersangka ini, telah disampaikan bukti-bukti yang mencukupi dua alat bukti yang sah, bahkan terdapat empat alat bukti yang relevan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP,” kata Kejagung dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025).
Nadiem menggugat praperadilan lantaran tak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019-2022.
Kejagung menjelaskan, empat alat bukti yang sah tersebut meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, serta barang bukti elektronik. Selain itu, Kejagung juga menghadirkan ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang, Jasa Pemerintah (LKPP) yang menjelaskan tentang pengadaan barang dan jasa, ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan telah terjadi perbuatan melawan hukum dan kerugian negara.
Dalam kesimpulannya, Kejagung juga menolak dalil pihak pemohon yang menilai tidak ada laporan hasil pengawasan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun BPKP. Kejagung menyebut bahwa ketiadaan LHP bukan dasar hukum untuk membatalkan penetapan tersangka, sebab hal tersebut telah berkali-kali ditegaskan dalam sejumlah putusan praperadilan sebelumnya.
Kejagung mengatakan, Setidaknya ada tiga perkara besar tindak pidana korupsi di PN Jakarta Selatan yang mempersoalkan hal serupa, dan seluruhnya ditolak hakim karena sudah masuk materi pokok perkara, bukan kewenangan praperadilan. Tiga perkara itu antara lain praperadilan Budi Said (putusan Nomor 27/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel), Thomas Trikasih Lembong (Nomor 113/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel), dan Sofia Balfas (Nomor 11/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel).
Lebih lanjut, Kejagung menilai permohonan Nadiem tidak beralasan hukum karena telah menyentuh substansi pokok perkara. “Dalil-dalil pemohon mengenai penetapan tersangka telah masuk ke aspek materiil, yang bukan menjadi kewenangan hakim praperadilan. Ruang lingkup praperadilan hanya sebatas memeriksa aspek formal,” kata Kejagung.
Fito Wahyu Mahendra – Redaksi