National

DPR Satukan UU Pemilu-Pilkada! Reformasi Politik Indonesia Siap Bergulir 2026

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggeber dua agenda legislasi besar: pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kodifikasi atau Omnibus Law Pemilu yang akan menyatukan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik; serta revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang mengulas kembali 29 isu krusial untuk mengakomodasi masukan publik. Kedua RUU ini diperkirakan akan membawa reformasi mendasar terhadap sistem politik, pemilu, dan penegakan hukum di Indonesia.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, mengonfirmasi bahwa RUU Omnibus Law Pemilu akan dibahas pada 2026 sebagai bagian dari Prolegnas Perubahan Kedua 2025. Pembahasan akan difokuskan pada penyatuan rezim pemilu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan perlunya satu rezim pemilu di Indonesia.

“RUU ini bukan sekadar revisi, tetapi kodifikasi tiga undang-undang besar sekaligus,” ujar Arse.

Arse menambahkan, penggabungan ini otomatis menghapus pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, serta akan meninjau ulang sejumlah ketentuan penting seperti ambang batas pencalonan presiden dan ambang batas parlemen. RUU ini akan diajukan sebagai usul inisiatif DPR dan dibahas melalui Panitia Khusus lintas komisi mulai awal 2026, dengan target rampung sebelum rekrutmen penyelenggara pemilu dimulai akhir tahun.

Secara paralel, Komisi III DPR bersama pemerintah membahas ulang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang menjadi revisi UU Nomor 8 Tahun 1981. Pembahasan Panitia Kerja (Panja) kali ini berfokus pada 29 isu krusial yang dibahas kembali demi mengakomodasi masukan dari setidaknya 250 elemen masyarakat dan 40 item usulan dari pemerintah, seperti disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej.

Isu-isu krusial yang dibahas mencakup pemblokiran aset terkait pidana, perlindungan kelompok rentan, serta mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Salah satu poin penting yang disepakati adalah perihal pengawasan penyidikan. DPR dan pemerintah sepakat bahwa aparat penegak hukum harus diawasi menggunakan kamera pengawas (CCTV), dan akses rekaman tersebut harus diberikan secara berimbang, tidak hanya kepada penyidik tetapi juga kepada kuasa hukum, untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.

Pembahasan dua RUU ini mencerminkan keseriusan DPR dan pemerintah dalam memperbarui landasan hukum nasional. Dinamika di rapat Panja RKUHAP, terutama terkait perdebatan model keadilan restoratif, menunjukkan adanya upaya mencari keseimbangan antara kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat.

Khofifah Alawiyah – Redaksi

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...