Cuaca ekstrem yang melanda Sumatera Utara sejak akhir pekan lalu telah memicu bencana hidrometeorologi dahsyat berupa banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Tapanuli Raya. Hingga kemarin, korban jiwa mencapai 13 orang, dengan 37 luka-luka dan 3 masih hilang, sementara ribuan warga terdampak kerusakan infrastruktur dan dipaksa mengungsi.
BNPB dan BPBD provinsi melaporkan dampak meluas ke 7 kabupaten,kota, termasuk Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Sibolga, Mandailing Natal, Nias Selatan, dan Padangsidimpuan. BMKG memperingatkan potensi hujan lebat berlanjut hingga akhir pekan, dipicu Siklon Tropis KOTO yang menarik massa udara basah dari Samudra Hindia.
Bencana ini dipicu hujan deras intensitas tinggi sejak Sabtu (22 November) hingga Selasa (25 November), dengan curah hujan mencapai 200-300 mm,hari di kawasan pantai barat Sumut—melebihi ambang batas normal musim hujan. BMKG menyatakan, Siklon Tropis KOTO di perairan barat Indonesia memperkuat awan hujan, menyebabkan luapan sungai seperti Aek Batangtoru dan Aek Godang.
Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi wilayah paling parah, dengan 9 korban meninggal dunia, 58 orang luka-luka, dan 3 masih hilang akibat terseret banjir bandang. Hingga kini, 20 kejadian tercatat: 12 longsor, 7 banjir, dan 1 pohon tumbang, dengan total 2.393 kepala keluarga (KK) terdampak kerusakan rumah dan 445 jiwa mengungsi.
Bencana ini melanda 11 kecamatan: Sipirok, Marancar, Batangtoru, Angkola Barat, Muara Batangtoru, Angkola Sangkunur, Angkola Selatan, Sayur Matinggi, Batang Angkola, Tanah Timbangan, dan Angkola Muaratais. Ribuan rumah terendam, jalan provinsi tertutup material longsor, dan akses ke desa-desa terpencil terputus. BPBD setempat, bekerja sama dengan tim gabungan TNI-Polri dan Basarnas, mengerahkan alat berat untuk membersihkan longsor di Jalan Lintas Sumatera dan mendirikan 5 posko pengungsian sementara.
Fito Wahyu Mahendra – Redaksi

