National

Eks Kepala BMKG Ungkap Potensi Banjir Besar Sumatra Meluas ke Jawa-Papua

Eks Ketua Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, memberikan peringatan bahwa banjir besar yang terjadi di Sumatra dapat berpotensi terjadi pula di wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Hal ini disampaikan berdasarkan kesamaan karakter bentang alam, termasuk kontur pegunungan yang dinilai memiliki kerentanan serupa.

Dwikorita menekankan bahwa pemerintah daerah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi siklon yang dapat memicu tingginya curah hujan dan menyebabkan banjir serta longsor.

“Harus sudah siaga ini, Jawa, Nusa Tenggara. Nusa Tenggara sudah biasa dilewati siklon dan tektoniknya juga rapuh kondisi geologinya. Sulawesi agak jauh, tapi biasanya siklon dari utara, jadi Sulawesi Utara. Lalu, Papua. Jadi, harus ada kesiapsiagaan untuk wilayah lainnya, tinggal menunggu pemicunya,” ujar Dwikorita Karnawati.

Dwikorita menjelaskan bahwa periode Desember 2025 hingga April 2026 merupakan fase tumbuhnya siklon di selatan garis ekuator atau belahan bumi selatan (BBS). Menurutnya, hujan yang dipicu bahkan oleh bibit siklon saja sudah cukup menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor di lapisan geologi yang rentan, seperti yang terjadi di kawasan Bukit Barisan.

Selain faktor alam, Dwikorita juga menilai terdapat unsur antropogenik atau campur tangan manusia yang memperburuk kondisi lingkungan. Ia belum merinci bentuk pemicu tersebut, namun dugaan itu berkaitan dengan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan siklus banjir bandang menjadi semakin singkat.

“Kejadian di Tapanuli itu belum menjadi siklon, masih bibit siklon. Itu sudah mengakibatkan bencana di Tapanuli seperti itu,” jelasnya.

Dwikorita menegaskan bahwa kerusakan lingkungan dapat menggagalkan seluruh upaya mitigasi. Ia menyebut ekologi sebagai fondasi yang tidak boleh dilanggar.

“Karena sesiap apa pun kita, kalau ekologinya enggak benar, kita selalu kalah dengan tantangan yang ada. Kesiapan kita itu selalu dilampaui oleh kejadian yang ada,” tegasnya.

Analisis serupa disampaikan oleh Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS Fakultas Kehutanan UGM, Hatma Suryatmojo. Ia melihat adanya indikasi kuat pengaruh antropogenik dalam bencana yang terjadi di Sumatra, terutama melalui perubahan tata guna lahan.

Hatma menjelaskan bahwa perubahan tersebut terlihat jelas pada kawasan hulu di tiga provinsi terdampak, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Ia menyebut perpindahan penduduk dari kawasan kipas aluvial ke daerah lebih tinggi turut memicu pembukaan lahan baru, yang berdampak pada meningkatnya permintaan izin perkebunan dan aktivitas penggunaan lahan lainnya.

Akbari Danico – Redaksi

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...