Pemerintah mengaudit 24 perusahaan pemegang izin pengelolaan kawasan hutan terkait dugaan praktik pembalakan liar yang dinilai turut memperparah dampak banjir bandang di sejumlah wilayah Sumatra. Langkah ini diumumkan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin, (29/12) kemarin.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menyatakan, pemerintah tidak tinggal diam terhadap para pembalak liar sehingga Kementerian Kehutanan mengaudit kembali izin pemanfaatan hutan seperti HPH dan IUPHHK-HTI yang diberikan kepada 24 perusahaan.
Menurut Prasetyo, pembalakan liar—baik dilakukan oleh korporasi maupun individu—merupakan pelanggaran hukum serius dan diduga memperbesar skala kerusakan saat bencana terjadi. Audit tersebut menyasar perusahaan dengan skema Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
“Tentu kami tidak ingin tinggal diam, makanya tadi, sudah kami sampaikan bahwa saat ini Kementerian Kehutanan sedang melakukan review, audit, di kurang lebih 24 perusahaan yang mendapatkan izin pengelolaan kawasan hutan baik HPH maupun HTI. Ini dalam rangka kita mau melakukan penertiban, mau melihat apa ada kegiatan-kegiatan yang tidak seharusnya,” ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi Senin (29/12).
Selain penertiban sektor kehutanan, pemerintah juga menyiapkan langkah mitigasi ekonomi bagi masyarakat terdampak, khususnya petani. Prasetyo menegaskan pemerintah siap menyerap hasil panen petani yang terganggu akibat bencana.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, memastikan percepatan pemulihan sektor pertanian, termasuk perbaikan sekitar 89.000 hektare sawah terdampak di Aceh. Tim teknis dijadwalkan turun ke lapangan mulai Januari 2026 untuk pendataan, pendampingan, serta penanaman kembali. Kementerian Pertanian juga berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan guna menjaga ketersediaan dan stabilitas pasokan pangan di wilayah bencana.
Sejumlah ahli dan aktivis lingkungan juga menilai parahnya dampak banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan hanya karena fenomena cuaca ekstrem, melainkan juga karena pembalakan liar yang terjadi bertahun-tahun di hutan-hutan Sumatera. Penilaian itu muncul, salah satunya karena gelondongan kayu berukuran besar dengan potongan-potongan rapi yang ikut terbawa oleh banjir bandang dan mengepung pemukiman-pemukiman dan jalan-jalan utama.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan per 29 Desember 2025 jumlah korban jiwa mencapai 1.140 orang, sementara orang yang dilaporkan hilang sebanyak 163 orang, dan jumlah pengungsi sebanyak 399.200 orang.
Fito Wahyu Mahendra – Redaksi

