National

131 Anak Indonesia Jadi Korban Kasus Ginjal Akut Misterius

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat terdapat fenomena lonjakan kasus penyakit gangguan ginjal akut misterius, yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun (Balita) hingga delapan tahun.

Sejauh ini berdasarkan data IDAI, lonjakan kasus tersebut mencapai sekitar 131 anak sejak bulan Januari 2022, di 14 Provinsi di Indonesia. Di antaranya Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Timur, Aceh, Jambi, Sulawesi Selatan, dan NTT.

Adapun gejala gangguan ginjal akut adalah produksi urine yang menurun hingga 50 persen, gangguan pernapasan, gangguan elektrolit, kejang-kejang akibat tekanan darang tinggi atau kadar natrium yang turun drastis, hingga demam.

“Anak-anak biasanya datang dengan riwayat demam dan diare, itu paling sering. Ada yang disertai dan tidak disertasi dengan gejala saluran napas, misalnya batuk dan pilek,” ujar Dokter Spesialis Anak Konsultan Nefrologi, Henny Adriani.

Henny juga menghimbau para orang tua untuk selalu memantau perkembangan kondisi anak, salah satunya dengan memeriksa jumlah produksi urine anak.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membentuk tim untuk menyelidiki kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak.

Namun, karena belum diketahui apa penyebabnya, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Yankes) Kemenkes pun menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes Nomor HK.02.92/1/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.

Tatalaksana tersebut nantinya menjadi acuan penanganan di fasilitas-fasilitas kesehatan apabila menemukan atau mendapati anak-anak dengan kasus tersebut di wilayahnya.

Selanjutnya, Kemenkes juga dalam proses koordinasi dengan ahli dari Organisasi Dunia (WHO), terkait pengadaan investigasi kasus serupa di Gambia.

“Hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang mempunyai kasus serupa, dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi,” ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril

(SLa)

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...