National

Dede Yusuf: Lemahnya Negara dalam Menjamin Pendidikan Dasar Masyarakat Indonesia Menjadi Salah Satu Faktor Tindak Kecurangan pada Sistem Zonasi

Permasalahan PPDB online terus berlanjut. Banyaknya oknum orang tua siswa nyatanya menggunakan alamat fiktif dan menumpang Kartu Keluarga menjadi salah satu modus operandi kecurangan dalam PPDB online.

Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf memberikan keterangan terkait kecurangan PPDB online pada Prime Time Special, Kamis (13/7/2023). 

Dede Yusuf selaku anggota DPR RI mengaku sudah memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan keterangan terkait tindak kecurangan pada PPDB online di tahun ini. Dede Yusuf pun menyampaikan berbagai keluhan dari orang tua siswa yang merasa dirugikan karena anaknya tertendang oleh siswa lain yang terindikasi melakukan tindak kecurangan.

Berbagai tindak kecurangan dijelaskan oleh Dede Yusuf seperti oknum penjual Kartu Keluarga (KK) palsu, yang menurut keterangannya di musim-musim PPDB online berhasil “memanen” uang hasil penjualan KK palsu.

Makin lama makin menjadi modus operandi lagi. Sementara oknum-oknum apakah itu oknum di sekolahan oknum di penjual KK palsu, malah ada anggota mengatakan ini adalah musim panennya para calo-calo iya kan?” Ujar Dede Yusuf.

Permasalahan mengenai kecurangan pada PPDB online sendiri sudah terjadi sejak 2 tahun yang lalu. Kala itu, Dede Yusuf bahkan mengurusi langsung rombongan orang tua yang merasa dirugikan dari adanya kecurangan ini. 

Dari adanya obrolan dengan para orang tua, zonasi yang awalnya mencapai angka 70% kini diturunkan menjadi 50% untuk SMP dan SMA. Namun, nyatanya praktek kecurangan tetap ditemukan. 

“Sistemnya itu dulu itu masalah zonasi, prestasi, akremasi, kan zonasi dulu sampai 70%, kan? Iya. Akhirnya diturunkan menjadi 50%, khusus untuk SMP dan SMA. Itu udah clear, tuh. Namun, lain ladang, lain belalang. Jadi hampir di semua tempat, ya celah-celah itu dimanfaatkan lah.” Ujar Dede Yusuf.

Menurut Dede Yusuf, titik permasalahan sebenarnya ada pada sistem zonasi dan juga prestasi. Menurutnya, zonasi sebesar 50% pada akhirnya dimanfaatkan orang untuk melakukan penitipan nama di KK pada keluarga di wilayah tertentu. 

Padahal, sistem zonasi ini pada awalnya dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya Muhadjir Effendy guna melakukan pemerataan pendidikan terhadap sekolah-sekolah yang bukan sekolah unggulan. 

Pada dasarnya, faktor utama yang melanggengkan praktek kecurangan pada sistem zonasi adalah orang tua ingin memasukan anaknya ke sekolah negeri agar mendapat biaya pendidikan yang murah, dan juga untuk kelanjutan pendidikan anaknya. Dimana, banyak orang tua yang menganggap sekolah tertentu memiliki kedekatan tertentu dengan universitas tertentu, sehingga dapat memudahkan anaknya masuk ke universitas tersebut.

Terlebih, selain itu akses dan fasilitas sekolah unggulan nyatanya memiliki fasilitas yang jauh lebih baik dari sekolah non unggulan. Sehingga pada akhirnya banyak orang tua yang melakukan praktek kecurangan guna mendapatkan fasilitas tersebut.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Pasal 31 ayat 2 dimana disana dijelaskan mengenai setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan wajib dibiayai negara. Dengan Indonesia yang mematok pendidikan dasar selama 12 tahun, sudah seharusnya negara dapat memberikan fasilitas atau membiayai hak pendidikan dasar warga negaranya. Sehingga, seharusnya tidak ada sekolah-sekolah swasta, sudah seharusnya terdaftar semua di sekolah negeri. Kehadiran sekolah swasta bukan untuk menanggung tanggung jawab dari sekolah negeri. 

Problematika kecurangan PPDB pada dasarnya berada pada gagalnya pemerintah menjamin hak pendidikan dasar masyarakatnya. Dimana kualitas pendidikan yang tidak merata, fasilitas yang tidak merata, dan lain sebagainya pada akhirnya menjadi alasan bagi orang tua siswa untuk melakukan tindak kecurangan guna memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan.

(RRY)

  

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...