National

Pakar Hukum Tata Negara UGM Terkait Kasus Korupsi Kabasarnas: KPK Memiliki Hak untuk Menindak Kasus Korupsi oleh Sipil maupun Militer

Usai ditangkap sebagai tersangka kasus korupsi di lingkungan Basarnas, Kabasarnas Henri Alfiandi kini tengah dihadapkan oleh dilema peradilan mana yang akan mengadili kasus korupsinya.

Pasalnya, pihak TNI bersikeras untuk mengadili kasus korupsi yang dilakukan Kabasarnas Henri Alfiandi di peradilan militer karena statusnya yang merupakan perwira TNI. Menyikapi persoalan tersebut, Akademisi sekaligus Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar memberikan pendapatnya terkait peradilan Kabasarnas Henri Alfiandi yang diambil alih oleh peradilan militer. 

Menurutnya, peradilan hukum atas kasus korupsi yang dilakukan Kabasarnas Henri Alfiandi tidaklah harus dipisah. Karena, berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang KPK, KPK memiliki hak untuk mengkoordinir, mengendalikan, dan mengawasi pemberantasan korupsi baik yang dilakukan oleh penduduk sipil maupun militer. 

Zainal menilai, KPK terkesan ketakutan ketika dihampiri oleh TNI setelah menetapkan Hendi sebagai tersangka kasus korupsi. Rasa takut ini dilihat Zainal berdasarkan permintaan maaf yang dilakukan KPK terhadap TNI atas penetapan tersangka kasus korupsi Kabasarnas Henri Alfiandi. 

Dualisme Peradilan Indonesia

Zainal pun memberikan kritiknya terkait sistem peradilan di Indonesia. Menurutnya, negara sudah seharusnya membenahi persoalan dualisme pengadilan tersebut. Supaya, nantinya tidak ada lagi dualisme pengadilan seperti yang terjadi pada kasus korupsi Kabasarnas. 

Dengan adanya dualisme pengadilan sipil dan militer, banyak kasus yang akhirnya tidak kunjung diadili karena adanya dualisme ini. Dimana KPK hanya dibatasi mengadili kasus korupsi oleh sipil sedangkan pengadilan militer akan mengurusi kasus korupsi yang dilakukan oleh perwira TNI. Hal ini bisa terjadi karena nyatanya terdapat aturan tersebut, sehingga permasalahan dualisme ini justru akan membuat nama TNI memiliki citra yang buruk di mata masyarakat. 

Abu-Abunya Status Perwira TNI dalam Jabatan Sipil

Satu hal yang akhirnya mempersulit permasalahan ini adalah status perwira TNI aktif yang memiliki posisi di jabatan sipil, Zainal menjelaskan, sebenarnya terdapat undang-undang yang mengatur status perwira TNI aktif apabila ditugaskan di jabatan sipil, yaitu dengan menonaktifkan status aktifnya sebagai perwira TNI. 

Namun, lagi-lagi buruknya sistem administrasi negara yang akhirnya membuat undang-undang tersebut terasa ‘abu-abu’. Padahal, secara hukum berdasarkan undang-undang, seorang perwira TNI aktif harus dinonaktifkan terlebih dahulu sebelum menempati posisi jabatan sipil. 

(RRY)

×

 

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× hey MOST...