Tiktok menghapus lebih ribuan video, siangan langsung, hingga tagar (#) terkait dengan adanya perang antara Israel dan Hamas di Gaza sejak serangan itu berlangsung pada 7 Oktober 2023.
“Kami terus bekerja keras untuk menghapus konten yang melanggar Panduan Komunitas TikTok. Hingga saat ini, kami telah menghapus lebih dari 500.000 video dan menutup 8.000 siangan langsung di wilayah yang terkena dampak karena melanggar Panduan Komunitas TikTok,” tulis TikTok di Newsroom, Senin (16/10/2023).
TikTok mencontohkan konten yang dihapus itu adalah yang mendukung serangan atau mengolok-olok korban kekerasan.
“Jika konten yang diunggah menggambarkan seseorang yang sedang disandera, kami akan melakukan segala hal dalam kuasa kami untuk melindungi martabat mereka dan menghapus konten yang melanggar peraturan TikTok,” ujar perusahaan milik ByteDence dari China.
Pihak TikTok juga mengaku menentang segala bentuk terorisme. “Kami sangat prihatin dengan aksi teror yang terjadi di Israel pada minggu lalu. Kami juga sangat sedih melihat krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza dan untuk semua orang yang terdampak.”
BACA JUGA: Perdana Menteri Israel Serukan Perang terhadap Hamas
“Kami juga tidak akan menoleransi upaya untuk menghasut kekerasan atau menyebarkan ideologi kebencian. Kami juga memiliki kebijakan toleransi nol untuk konten berisi pujian terhadap organisasi dan individu yang melakukan kekerasan dan kebencian dan tidak mengizinkan organisasi maupun individu tersebut berada di TikTok. Kami juga memblokir tagar yang mempromosikan kekerasan atau melanggar aturan pada TikTok,” ujar Pihak TikTok.
Perusahaan TikTok mengaku akan mengarahkan sumber daya dan personel untuk membantu menjaga keamanan komunitas dan integritas TikTok agar menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi komunitas global.
Langkah penghapusan video dan live itu merupakan bagian dari beberapa langkah untuk menangani krisis yang terjadi di Timur Tengah tersebut. Untuk Usaha- usaha lainnya adalah, dengan meluncurkan pusat komando yang melibatkan anggota utama dari tim profesional keselamatan global TikTok yang terdiri dari 40 ribu anggota. Tim profesional juga memiliki berbagai keahlian dan perspektif regional akan mengambil tindakan untuk merespons krisis yang berkembang pesat.
Kedua, mengembangkan sistem deteksi otomatis proaktif secara real-time ketika mengidentifikasi ancaman baru. Sistem tersebut memungkinkan untuk TikTok secara otomatis mendeteksi serta menghapus konten vulgar dan kekerasan agar moderator maupun anggota komunitasnya tidak terpapar dengan konten tersebut.
Ketiga, menambahkan lebih banyak moderator yang dapat berbahasa Arab dan Ibrani untuk meninjau konten terkait dengan peristiwa yang terjadi.
Keempat, TikTok juga terus berupaya menegakkan kebijakan TikTok yang menolak kekerasan, kebencian, dan misinformasi berbahaya dengan menghapus konten dan akun yang melanggar Panduan Komunitas.
Kelima, melakukan penyaringan untuk konten-konten yang diunggah dengan beberapa fitur seperti layar pilihan agar pengguna tak melihat konten secara tidak terduga dengan adanya pembatasan tambahan saat pengguna akan melakukan siaran langsung atau live.
BACA JUGA: Perdana Menteri Israel Serukan Perang terhadap Hamas
Keenam, adanya kerja sama dengan lembaga penegak hukum global dan para ahli lintas industri untuk mengamankan platformnya.
Ketujuh, untuk mencegah misinformasi dari Pasalnya, misinformasi dapat memperburuk situasi perang yang tengah terjadi.
“kami juga menghapus media sintetis yang telah disunting, dipotong, atau digabungkan dengan cara yang dapat menyesatkan komunitas TikTok tentang peristiwa di dunia nyata,”kata jelas TikTok.
Untuk memperkuat identifikasi hoaks, TikTok bekerja sama dengan organisasi pemeriksa fakta terakreditasi IFCN yang mendukung lebih dari 50 bahasa, termasuk bahasa Arab dan Ibrani. Sebelumnya, komisioner Uni Eropa Thierry Breton telah mengunggah surat yang ditujukan kepada CEO TikTok Shou Zi Chew melalui akun Twitternya. Breton meminta TikTok untuk mengawal konten yang beredar di platformnya selama adanya perang Israel-Hamas.
“#TikTok memiliki kewajiban khusus untuk melindungi anak-anak dan remaja dari konten kekerasan dan propaganda teroris. serta tantangan kematian dan konten yang berpotensi untuk mengancam jiwa,” tulis dari Breton di Twitternya, Kamis (12/10/2023).
(LZ)