Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta terus berupaya meningkatkan kualitas permukiman kumuh di seluruh Indonesia melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya. Mereka melaksanakan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU), yang bertujuan untuk merapihkan infrastruktur dasar dan fasilitas di permukiman serta mendukung produktivitas masyarakat. Target program ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu mengurangi kawasan kumuh hingga mencapai 0%.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menyatakan bahwa Program KOTAKU merupakan kolaborasi antara Kementerian PUPR, Pemerintah Daerah, dan para stakeholders terkait. Tujuan kolaborasi ini adalah mendorong dan memberdayakan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, dengan keterlibatan mereka dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, hingga pengawasan. Skema pemberdayaan ini biasanya digunakan pada infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi tinggi.
“Penataan kawasan kumuh seperti ini bukan hanya dilakukan pada permukiman di bantaran sungai, namun juga di tempat lain seperti permukiman di dekat tempat pembuangan sampah ataupun kampung padat penduduk di perkotaan,” kata Menteri Basuki.
Menteri Basuki menekankan bahwa penataan kawasan kumuh tidak hanya berlaku untuk permukiman di tepi sungai, tetapi juga di tempat lain seperti dekat tempat pembuangan sampah atau kampung padat penduduk di perkotaan.
Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, J. Wahyu Kusumosusanto menambahkan bahwa Program KOTAKU bertujuan memperbaiki akses infrastruktur dan pelayanan di permukiman kumuh melalui rekonstruksi dan penguatan fasilitas publik. Hal ini mendukung terciptanya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Dukungan infrastruktur dan investasi layanan dibagi menjadi dua skala, yaito skala kawasan dan skala lingkungan, yang mencakup pembangunan jaringan jalan, pengelolaan air limbah, drainase, pengelolaan sampah, perpipaan air minum, dan penanganan kebakaran.
“Dukungan infrastruktur dan layanan investasinya terbagi menjadi skala kawasan dan skala lingkungan. Meliputi dukungan pembangunan jaringan jalan, jaringan pengelolaan air limbah, jaringan drainase, jaringan pengelolaan sampah, jaringan perpipaan air minum dan jaringan penanganan kebakaran,” terang Wahyu.
Berdasarkan target RPJMN 2015-2019, sekitar 84% pengurangan kawasan kumuh berhasil dicapai, dengan sisanya sebesar 16% yang belum tertangani karena beberapa kendala seperti lokasi ilegal, penanganan yang kompleks, dan persyaratan safeguard sosial yang memerlukan waktu lebih lama.
Pada target RPJMN 2020-2024, berhasil mencapai 69% pengurangan kawasan kumuh hingga akhir tahun 2022, dengan sisa gap 31% yang harus dicapai hingga akhir tahun 2024.
Hingga saat ini, telah dilakukan investasi pada 91 kegiatan skala kawasan dan 61.921 kegiatan skala lingkungan, dengan penyerahan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dan masyarakat di 11.332 Kelurahan/Desa di 330 Kabupaten/Kota di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Beberapa kegiatan tersebut telah dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang berdampak langsung pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat.
“Selain kita berkontribusi pada RPJMN 2015-2019, berdasarkan target RPJMN 2020-2024, pengurangan kawasan kumuh hingga akhir tahun 2022 telah mencapai 6.872 Ha (69%) dari target seluas 10.000 Ha. Sehingga, untuk mencapai target tersebut masih terdapat gap seluas 3.128 Ha (31%) hingga akhir tahun 2024,” jelas Wahyu.
Untuk menjaga keberlanjutan penanganan kawasan kumuh, peran Pemerintah Daerah dan kolaborasi dengan para stakeholder sangat penting. Program ini harus terintegrasi dengan rencana pembangunan kota dan dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Tujuannya adalah mencapai permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan.
“Dalam keberlanjutan penanganan kawasan kumuh ini, peran Pemerintah Daerah sebagai nakhoda, serta kolaborator dengan para stakeholder menjadi sangat penting. Kemudian, terintegrasi dengan sistem rencana pembangunan kota dan dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Sehingga harapannya, dapat terwujud permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan,” tutup Wahyu.
(RRY)