Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang putusan uji materiil UU Pemilu yang mengatur tentang batas usia minimal capres-cawapres pada hari Senin, (16/10/2023).
“Senin, 16 Oktober 2023, 10.00 WIB. Pengucapan Putusan,” demikian dikutip dari laman resmi MK, Selasa (10/10/2023).
Sidang akan digelar di Gedung MKRI 1 Lantai 2, Jakarta. Ketua MK Anwar Usman mengatakan seluruh hakim konstitusi akan menghadiri sidang pengucapan putusan uji materi UU Pemilu terkait batas usia minimal capres-cawapres pada Senin depan.
“Kalau nggak ada halangan, InsyaAllah,” kata Anwar yang ditemui di Gedung MK, Jakarta, Selasa (10/10) malam.
Perkara yang Akan Dibacakan
Terdapat sejumlah perkara yang akan dibacakan putusannya oleh para hakim MK pada Senin pekan mendatang.
Perkara pertama, Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diwakili Ketua Umum Giring Ganesha Djumaryo, Sekjen Dea Tunggaesti, dan Ketua DPP PSI Dedek Prayudi. Lalu, Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Mikhail Gorbachev Dom. Para pemohon menunjuk Michael, Francine Widjojo, sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 9 Maret 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun.
Perkara kedua, Nomor 51/PUU-XII/2023 diajukan Partai Garuda diwakili Ketua Umum Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika sebagai pemohon. Lalu, Desmihardi dan M. Malik Ibrahim sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 2 Mei 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Perkara ketiga, Nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan Walikota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak. Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman bertindak sebagai kuasa hukumnya.
Permohonan ini diterima MK pada 5 Mei 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Perkara keempat, Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan mahasiswa bernama Almas Tsaqib Birru Re A. Ia memilih Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 3 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
BACA JUGA: Resmi, MK Tolak Gugatan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Pemilu akan Tetap Terbuka
Perkara kelima, Nomor 91/PUU-XXI/2023 diajukan oleh mahasiswa bernama Arkan Wahyu Re A. Dia memberikan kuasa kepada Arif Sahudi, Utomo Kurniawan.
Permohonan ini diterima MK pada 4 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 21 tahun.
Perkara keenam, Nomor 92/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Melisa Militia Christi Tarandung sebagai pemohon. Lalu, Irwan Gustaf bertindak sebagai kuasa hukum.
Permohonan ini diterima MK pada 7 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun.
Selain itu, ada pula agenda sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan untuk Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 yang diajukan warga bernama Soefianto Soetono dan Imam Hermanda. Permohonan ini diterima MK pada 18 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 30 tahun dan masih terdapat sejumlah permohonan terkait usia minimal capres-cawapres yang belum masuk sidang pembacaan putusan pada Senin.
Pengamat Politik Airlangga Pribadi Kusman telah mengingatkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar berhati-hati saat memutuskan perkara gugatan batas usia Capres-Cawapres menjelang Pemilu 2024.
“Hendaknya MK bersikap hati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan berhubungan dengan hal tersebut,” ujar Airlangga, Rabu (11/10).
BACA JUGA: MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun
Pengamat dari Universitas Airlangga (Unair) ini menjelaskan tidak dapat dipungkiri jika gugatan batas usia capres-cawapres dihubungkan dengan kepentingan politik. Salah satunya terkait sosok Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang disebut akan menjadi bakal cawapres pada Pilpres 2024.
Airlangga berharap MK dapat mempertimbangkan posisi sebagai guardian of constitution atau perlindungan utama konstitusi. Oleh karena itu, Airlangga mengingatkan MK agar mengambil keputusan harus bebas dari kepentingan politik.
“Mengambil kebijakan yang langsung berhubungan dengan kontestasi antar kekuatan politik dapat mengundang kritikan terkait dengan dimensi etik seperti imparsialitas. Dalam konteks ini, maka yang dipertaruhkan adalah muruah dari Mahkamah Konstitusi,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, jika MK mengabulkan gugatan tersebut maka bisa dianggap menjadi instrumen politik dari kekuasaan. Terlebih Gibran merupakan anak dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Airlangga pun menyarankan bila MK mengabulkan gugatan tersebut, sebaiknya disertai catatan bahwa keputusan tersebut berlaku setelah pertarungan Pilpres 2024 selesai.
“Sehingga MK tetap dapat menjaga integritasnya dan tidak terseret oleh pusaran kekuasaan dalam kontestasi elektoral Pilpres 2024,” ungkapnya.(*/)
(LZ)