Pada Rabu (19/12), Daihatsu, produsen otomotif asal Jepang, mengumumkan keputusan untuk menghentikan sementara distribusi semua model mobil yang sedang diproduksi baik di Jepang maupun di luar negeri. Keputusan ini diambil sebagai dampak dari meluasnya skandal pelanggaran regulasi yang mengguncang industri otomotif di Jepang.
Dalam pernyataan resminya, Daihatsu menyampaikan, “Daihatsu hari ini memutuskan untuk menghentikan sementara distribusi semua model yang dikembangkan Daihatsu yang saat ini sedang diproduksi, baik di Jepang maupun di luar negeri.” Keputusan ini muncul setelah tim independen menyelesaikan hasil investigasi terhadap Daihatsu yang mengakui kecurangan pada uji keselamatan tabrak samping pada 88 ribu unit, sebagian besar dijual dengan merek Toyota.
Pada April lalu, Daihatsu mengakui melakukan kecurangan pada bagian pintu untuk uji keselamatan tabrak samping pada 88 ribu unit, yang sebagian besar dijual dengan merek Toyota. Kendaraan tersebut melibatkan empat model yang diproduksi di Thailand dan Malaysia pada 2022 dan 2023.
Namun, skandal tersebut tidak berhenti di situ. Pada Mei, terungkap bahwa Daihatsu secara tidak benar memperoleh sertifikasi pemerintah untuk kendaraan hibrida yang ditujukan untuk pasar domestik. Tim independen yang melakukan investigasi menyatakan bahwa mereka menemukan kejanggalan baru pada 174 item dalam 25 kategori pengujian, selain kesalahan yang terdeteksi pada April dan Mei.
Jumlah model mobil yang terlibat dalam skandal ini kini mencapai 64, termasuk 22 model yang dijual oleh Toyota. Toyota sendiri menegaskan dalam pernyataan resminya bahwa sertifikasi adalah “persyaratan utama” bagi produsen untuk menjalankan bisnis, dan mereka menyadari sejauh mana Daihatsu mengabaikan hal tersebut yang dianggap “mengguncang fondasi perusahaan sebagai produsen mobil.”
BACA JUGA: Posisi Utang Indonesia Mencapai Rp8.041 Triliun, Rasio Terhadap PDB Masih Aman
Dalam permintaan maafnya, Daihatsu menyatakan, “Kami meminta maaf karena telah mengkhianati kepercayaan pelanggan dan pemangku kepentingan kami.” Toyota dan Daihatsu menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya kecelakaan melibatkan konsumen akibat skandal ini, tetapi verifikasi teknis secara menyeluruh sedang dilakukan.
Kementerian Transportasi Jepang juga akan melakukan inspeksi di tempat terhadap Daihatsu pada Kamis (21/12). Ringkasan laporan tim independen mengungkapkan bahwa Daihatsu bersalah karena pelanggaran beberapa faktor, termasuk tekanan ekstrem karena jadwal pengembangan yang terlalu ketat dan kaku, serta kurangnya keahlian para manajer. Lingkungan kerja Daihatsu juga dikritik sebagai tidak transparan, di mana bahkan jika terjadi penyimpangan atau penipuan, hal tersebut tidak akan terdeteksi.
Toyota menyatakan keyakinannya bahwa, “untuk mencegah terulangnya kembali, selain peninjauan operasi sertifikasi, diperlukan reformasi mendasar untuk merevitalisasi Daihatsu sebagai sebuah perusahaan.” Skandal ini tidak hanya mencoreng citra Daihatsu, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap kepercayaan pelanggan dan stabilitas industri otomotif Jepang secara keseluruhan. (*/)
(RRY)