Kontroversi antara Relawan Pro Jokowi (Projo) dan seniman Butet Kartaredjasa mencuat ke permukaan setelah pernyataan kontroversial Butet yang menilai Projo hanya ingin “panjat sosial” atau pansos. Namun, tanggapan dari Ketua Umum Relawan Projo, Budi Arie, menghadirkan pandangan yang berbeda.
Budi Arie menegaskan bahwa selama ini, Projo tidak pernah memerlukan pansos karena sudah dikenal luas di masyarakat. “Tidak usahlah begituan dikomentari, kita sudah terkenal, ngapain pansos,” ujar Budi di Makassar, menegaskan sikapnya terhadap pandangan Butet.
Kontroversi ini bermula dari tindakan Projo melaporkan Butet ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo saat kampanye bersama Ganjar-Mahfud di Kulonprogo, Yogyakarta. Laporan tersebut dilayangkan oleh Ketua Relawan Projo DIY, Aris Widihartanto, ke Mapolda DIY pada Selasa (30/1).
BACA JUGA: Seminggu Bekerja, Berikut 3 Pernyataan Unik dari Menkominfo Budi Arie
Aris menyebut bahwa dari video yang beredar, Butet terbukti melakukan upaya penghinaan terhadap Presiden Jokowi. Laporan terhadap Butet didaftarkan dengan nomor STTLP/114/I/2024/SPKT/Polda DIY, dengan dugaan pelanggaran Pasal 315 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Pantun yang dibacakan oleh Butet saat kampanye Ganjar dianggap tidak elok oleh Aris. Dia berpendapat bahwa sebagai seorang budayawan, Butet seharusnya memberikan contoh yang baik, terutama bagi generasi muda.
Namun, Butet membalas laporan tersebut dengan menyatakan bahwa Projo, selaku pelapor, sedang melakukan upaya pansos. “Tidak apa-apa biasa aja, kalau pansos kita sudah terkenal ngapain ditanggapi,” ujarnya dengan nada yang santai.
Kontroversi ini menunjukkan dinamika kompleks di tengah-tengah dunia politik dan seni Indonesia. Sementara Projo dan Butet memiliki pandangan yang berbeda, perseteruan ini menimbulkan pemandangan yang menarik bagi masyarakat yang memperhatikan interaksi antara tokoh-tokoh publik dan seniman di negeri ini. (*/)
(RRY)