Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah, yang terletak di Mojo, Kabupaten Kediri, menjadi sorotan setelah insiden kematian tragis santri Bintang Balqis Maulana (14). Informasi yang terkuak mengungkap bahwa pondok pesantren tersebut ternyata tidak memiliki izin operasional.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kementerian Agama Jawa Timur, Mohammad As’adul Anam, memastikan bahwa keberadaan Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah tidak didukung oleh izin resmi. Meskipun telah beroperasi sejak tahun 2014, pesantren ini belum memperoleh izin dari pihak berwenang.
“Saat ini, Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah yang sudah berdiri sejak 2014 itu memiliki 74 santri putri dan 19 santri putra,” ungkap Anam. Meskipun berada di kawasan Pondok Pesantren Al Ishlahiyyah, PPTQ Al Hanifiyyah merupakan entitas terpisah.
Namun, kejadian tragis ini telah mengungkap kenyataan kelam di balik operasional pondok pesantren tersebut. Bintang Balqis Maulana diduga meninggal akibat dianiaya oleh empat rekan sesama santri. Polres Kediri Kota telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yang merupakan teman sekelas korban.
BACA JUGA: Polemik Ponpes Al-Zaytun Terus Memanas, Kawat Berduri Dipasang untuk Hadang Aksi Unjuk Rasa
Meski demikian, pihak Kementerian Agama tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi atau menutup pesantren yang tidak memiliki izin operasional. Anam menegaskan bahwa kegiatan pesantren memiliki sifat informal atau non formal, dan banyak didirikan atas prakarsa kiai dengan tujuan mendidik generasi muda dalam ajaran agama.
Meskipun izin operasional tak terpenuhi, Kementerian Agama Jawa Timur telah melakukan langkah-langkah antisipasi dan sosialisasi terkait pentingnya lingkungan pesantren yang ramah dan aman bagi para santri. Ini termasuk kerjasama dengan DPRD Jawa Timur dan Unicef untuk penanganan kekerasan fisik dan seksual di lingkungan pesantren.
Peristiwa meninggalnya Bintang Balqis Maulana menjadi titik fokus dalam upaya pemantapan tata kelola pesantren di Indonesia. Selain memperhatikan regulasi dan izin operasional, perlindungan dan keamanan bagi para santri menjadi prioritas utama dalam menjaga integritas pendidikan agama di negeri ini.
Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan pendidikan, terutama bagi anak-anak yang berada di lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren. Semoga tragedi ini menjadi titik balik dalam meningkatkan kesadaran akan perlunya lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan terbuka bagi semua. (*/)
(RRY)