Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) guna menindaklanjuti pelbagai laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Juru Bicara Bidang Perkara MK Enny Nurbaningsih mengungkap nama-nama tokoh yang dipilih sebagai tiga anggota MKMK yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
“Berkaitan dengan MKMK, siapa saja yang menjadi bagian dari keanggotaan MKMK, kami dalam Rapat Permusyawaratan Hakim telah menyepakati yang akan menjadi bagian MKMK yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams,” kata Enny dalam konferensi pers di Gedung MK, Senin (23/10/2023).
Enny menjelaskan keanggotaan MKMK itu mewakili tiga unsur. Jimly mewakili unsur tokoh masyarakat, Bintan mewakili akademisi, sedangkan Wahiduddin mewakili hakim konstitusi yang masih aktif.
BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan Terkait Batas Usia Calon Presiden
Berikut beberapa keanggotaan MKMK yang mewakili tiga unsur, yaitu :
Jimly Asshidiqie
Jimly sebagai status anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari DKI Jakarta. Jimly dikenal sebagai orang pertama yang menjadi Ketua MK pada 2003-2009. Sementara itu, perjalanan karier akademisnya sebagai pakar hukum tata negara sudah sejak 1981 dengan mengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Setelahnya, Jimly diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara di kampus itu pada 1998. Selain itu, Jimly diangkat sebagai Guru Besar Luar Biasa Hukum Tata negara pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) pada 2002.
Bintan Saragih
Bintan Saragih yang dikenal pernah menjadi Dewan Etik MK pada periode 2017-2020. Bintan memiliki Karir dengan akademiknya yang kini menjabat sebagai Penasihat Senior Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH). Tak hanya itu, Bintan mengajar pada mata kuliah Metode Penelitian Hukum, Hukum Tata Negara, dan Ilmu Negara.
Wahiduddin Adams
Wahiduddin Adams mewakili keanggotaan MKMK dari unsur hakim konstitusi yang masih aktif. Pria yang akrab disapa Wahid itu merupakan hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi sejak 2014. Sebelumnya, Wahid adalah pejabat birokrat dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham.
Selain itu, Wahiduddin dikenal pula sebagai akademisi di UIN Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang mengampu mata kuliah Ilmu Perundang-undangan.
Wahid genap berusia 70 tahun atau mencapai usia pensiun Hakim MK pada Januari 2024 mendatang. Posisinya di MK akan digantikan politikus PPP Arsul Sani yang terpilih dari usulan DPR.
BACA JUGA: MK Sukses Gocek Masyarakat Indonesia dengan Kabulkan Gugatan Terkait Batas Usia Capres dan Cawapres
Wahid adalah satu dari empat hakim MK yang memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan 90/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan usia capres-cawapres minimal 40 atau sedang atau pernah menjabat kepala daerah yang terpilih dari pemilu dan salah satu dari dua hakim konstitusi yang menyatakan permohonan diajukan mahasiswa Solo pengidola Gibran itu, Almas Tsaqibirru, ditolak.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman telah diadukan dengan etik ke MK karena diduga ada konflik kepentingan dengan putusan 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian meloloskan keponakannya yaitu Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres yang mendampingi Prabowo Subianto. Anwar Usman adalah adik ipar dari ayah Gibran yakni Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Saldi Isra pun diadukan dengan dugaan etik terkait dissenting opinion-nya dalam perkara yang sama saat dibacakan di sidang terbuka pembacaan putusan MK pada 16 Oktober 2023 kemarin.(*/)
(LZ)