Pengacara terpidana Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan mengakui bakal kembali mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) pada kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin ke Mahkamah Agung (MA).
Otto juga belum mengungkapkan lebih lanjut terkait bukti baru atau novum sebagai syarat pengajuan PK. Otto berjanji akan menyampaikan hal itu ketika sudah pulang dari luar negeri.
“Iya kami akan mengajukan PK,” kata Otto, Senin (9/10/2023).
MA telah menolak PK Jessica pada awal Desember 2018 lalu, sehingga yang bersangkutan tetap dihukum 20 tahun penjara. Perkara itu diadili oleh hakim agung Suhadi, Sri Murwahyuni dan Sofyan Sitompul.
Sebelumnya, Jessica mengajukan PK usai kasasi yang diajukan itu telah ditolak MA pada 21 Juni 2017. Pada waktu itu, Hakim agung Artidjo Alkostar (almarhum) yang duduk sebagai Ketua Majelis Hakim dalam Sidang kasasi Jessica. Mantan hakim agung itu membeberkan pengalamannya mengadili perkara kasasi Jessica dalam buku ‘Artidjo Alkostar, Titian Keikhlasan, Berkhidmat untuk Keadilan’ sebagai tanda pensiunnya.
Pada buku itu, Artidjo membincangkan kasus Jessica dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kasus pembunuhan itu terjadi pada awal 2016 atau saat Tito masih menjabat Kapolda Metro Jaya.
Kepada Tito, Artidjo mengatakan, “Setelah mengamati beberapa persidangan, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa Jessica bersalah. Alasannya kopi beracun itu dipegang beberapa orang, pembuat, pengantar, Jessica, dan peminum. Dari empat orang itu, jika dianalisis, peminum tidak mungkin melakukan. Lalu pembuat dan pengantar tidak punya motif melakukan, tapi Jessica memiliki motif dan ada hubungan erat dengan peminum.”
BACA JUGA: Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Bersiap Hadapi Proses Hukum
Tito pun menyampaikan pandangannya terkait analisis Artidjo.
“Memang kalau yang menganalisis seorang hakim senior sekelas Pak Artidjo, kasus seperti ini menjadi sangat mudah,” demikian ucap Tito pada testimoninya yang tercantum dalam buku tersebut.
Kejagung Buka Suara
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Wongso telah selesai dengan pembuktian dan pengujian yang dilakukan.
Oleh karena itu, tidak ada alasan dinyatakan ada kekeliruan atau kesalahan dalam keputusan hakim.
“Saya nyatakan bahwa kasus itu telah selesai, karena telah diuji lima kali dalam berbagai tingkatan pengadilan mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, bahkan telah dua kali dilakukan upaya hukum luar biasa berupa PK (peninjauan kembali),” ujar Ketut di Jakarta, Selasa.
Ketut buka suara terkait kasus Jessica Wongso lantaran banyak media yang bertanya kepada dirinya usai kasus yang dikenal dengan istilah “Kopi Sianida” diangkat lewat film dokumenter di salah satu penyedia layanan pengaliran media digital dengan judul “Ice Cold” menjadi viral.
Menurut Ketut, film dokumenter tersebut sangat mempengaruhi opini publik terhadap kasus yang terjadi di awal 2016. Ketut mengatakan bahwa jaksa penuntut umum telah mampu meyakinkan kepada hakim dalam proses pembuktian berbagai tingkatannya, dan tidak satupun ada anggota Majelis Hakim yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat.
“Menurut saya, pembuktian tersebut telah sempurna menunjukkan saudara Jessica adalah pelakunya, sebagai orang yang dipersalahkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap,” kata Ketut.
Dalam posisi ini, Ketut mengatakan sebagai aparat penegak hukum hendaknya menjunjung tinggi kerja dan proses yang telah dilaksanakan yang sudah hampir tujuh tahun lamanya. Karena hal itu, dengan memahami mengenai asas hukum “Res Judicata pro veritate habetur” atau asas Res Judicata yang berarti semua putusan hakim harus dianggap benar.
Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali itu menekan agar kasus Jessica Wongso tidak menjadi polemik. Sebab, tidak ada alasan siapapun untuk menyatakan ada kekeliruan maupun kesalahan dalam mengambil keputusan oleh majelis hakim yang hanya berdasarkan opini yang dibangun dalam film dokumenter dan apalagi proses hukum itu yang dilaksanakan pada saat itu terbuka untuk umum dan bahkan disiarkan di berbagai media.
“Untuk itu kiranya agar tidak dijadikan polemik kembali, dan mempersilahkan berbagai pihak yang dirugikan untuk melakukan upaya-upaya hukum yang telah disediakan berdasarkan ketentuan UU yang berlaku,” kata Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Bali.(*/)
(LZ)